Kesalahan
Menurut Remelink kesalahan adalah pencelaan yang ditujukan oleh masyarakat yang menerapkan standar etis yang berlaku pada waktu tertentu terhadap manusia yang melakukan perilaku menyimpang yang sebenarnya dapat dihindari. Kesalahan dianggap ada, apabila dengan sengaja atau karena kelalaian telah melakukan perbuatan yang menimbulkan keadaan atau akibat yang dilarang oleh hukum pidana dan dilakukan dengan mampu bertanggung jawab.
Dalam hukum pidana, menurut Moeljatno kesalahan dan kelalaian seseorang dapat diukur dengan apakah pelaku tindak pidana itu mampu bertanggung jawab, yaitu bila tindakannya itu memuat 4 (empat) unsur yaitu:
- Melakukan perbuatan pidana (sifat melawan hukum);
- Diatas umur tertentu mampu bertanggung jawab:
- Mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan (dolus) dan kealpaan/kelalaian (culpa)
- Tidak adanya alasan pemaaf.
Kesalahan selalu ditujukan pada perbuatan yang tidak patut, yaitu melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan. Menurut ketentuan yang diatur dalam hukum pidana bentuk-bentuk kesalahan terdiri dari:
1. Kesengajaan (opzet)
Kebanyakan tindak pidana mempunyai unsur kesengajaan atau opzet, bukan unsur culpa. Ini layak oleh karena biasanya, yang pantas mendapatkan hukuman pidana itu ialah orang yang melakukan sesuatu dengan sengaja.
Kesengajaan ini harus mengenai ketiga unsur tindak pidana, yaitu
- ke-1: perbuatan yang dilarang,
- ke-2: akibat yang menjadi pokok-alasan diadakan larangan itu, dan
- ke-3: bahwa perbuatan itu melanggar hukum.
a) Sengaja Sebagai Niat (Oogmerk).
Bahwa dengan kesengajaan yang bersifat tujuan (oogmerk) si pelaku dapat dipertanggungjawabkan, mudah dapat dimengerti oleh khalayak ramai. Maka apabila kesengajaan semacam ini ada pada suatu tindak pidana, tidak ada yang menyangkal, bahwa si pelaku pantas dikenakan hukuman pidana ini lebih nampak apabila dikemukakan, bahwa dengan adanya kesengajaan yang bersifat tujuan ini, dapat dikatakan si pelaku benar-benar menghendaki mencapai akibat yang menjadi pokok alasan diadakannya ancaman hukum pidana (constitutief gevolg).
Sebagian pakar mengatakan, bahwa yang dapat di kehendaki ialah hanya perbuatannya, bukan akibatnya. Akibat ini oleh si pelaku hanya dapat dibayangkan atau di gambarkan akan terjadi (voorstellen). Dengan demikian secara diakletik timbul dua teori yang bertentangan satu sama lain, yaitu:
- Teori kehendak (wilstheorie); dan
- Teori bayangan (voorstellen-theorie)
Teori kehendak menganggap kesengajaan ada apabila perbuatan dan akibat suatu tindak pidana di kehendaki oleh si pelaku. Teori bayangan menganggap kesengajaan apabila si pelaku pada waktu mulai melakukan perbuatan, ada bayangan yang terang, bahwa akibat yang bersangkutan akan tercapai, dan maka dari itu ia menyesuaikan perbuatannya dengan akibat itu.
Contoh mengenai tindak pidana pencurian, menurut teori kehendak, si pelaku dapat dikatakan sengaja melakukan tindak pidana pencurian oleh karena ia menghendaki, bahwa dengan pengambilan barang milik orang lain, barang itu akan menjadi miliknya. Sedangkan menurut teori bayangan kesengajaan ini ada oleh karena si pelaku pada waktu akan mulai mengambil barang milik orang lain, mempunyai bayangan atau gambaran dalam pikirannya, barang itu akan menjadi miliknya, dan kemudian ia menyesuaikan perbuatan mengambil dengan akibat yang terbayang tadi.
Kesengajaan sebagai niat atau maksud adalah terwujudnya delik yang merupakan tujuan dari pelaku. Contoh : Si X Menembak si Y karena Si X ingin Memb unuh Si Y, dan itu merupakan tujuan si X mela kukan penembakan.
b. Sengaja Sadar Akan Kepastian atau Keharusan (zekerheidsbewustzijn)
Kesengajaan semacam ini ada apabila si pelaku dengan perbuatannya, tidak bertujuan untuk mencapai yang menjadi dasar dari delict, tetapi ia tahu benar, bahwa akibat itu pasti akan mengikuti perbuatan itu. Jika ini terjadi, maka teori kehendak (wilstheorie) menganggap akibat tersebut juga dikehendaki oleh pelaku, maka kini juga ada kesengajaan menurut teori bayangan (voorstellingtheorie) keadaan ini sama dengan kesengajaan berupa tujuan (oogmerk) oleh karena dalam keduanya tentang akibat tidak dapat dikatakan ada kehendak si pelaku, melainkan hanya bayangan atau gambaran dalam gagasan pelaku, bahwa akibat pasti akan terjadi, maka juga kini ada kesengajaan.
Oleh para penulis Belanda sebagai contoh selalu disebutkan peristiwa ”Thomas van Bremerhaven”, yaitu perbuatan seseorang berupa memasukkan dalam kapal laut, yang akan berlayar di laut, suatu mesin yang akan meledak apabila kapal itu sudah ada di tengah laut. Dengan peledakan ini kapal akan hancur, dan kalau ini terjadi, pemilik kapal akan menerima uang asuransi dari perusahaan asuransi.
Dalam merancangkan kehendak inisi pelaku dianggap tahu benar, bahwa apabila kapal hancur, para anak kapal dan penumpang lainnya akan tenggelam di tengah laut dan akan mati semua. Dengan demikian, meskipun kematian orang-orang ini tidak masuk tujuan si pelaku, namun tetap di anggap ada kesengajaan si pelaku itu, dan maka dari itu si pelaku dapat dipersalahkan malakukan tindak pidana pembunuhan.
Menurut Van Hattum ”Kepastian” dalam kesengajaan semacam ini harus diartikan secara relatif oleh karena secara ilmu pasti tidak mungkin ada kepastian mutlak. Mungkin sekali para anak kapal dan penumpang dari kapal laut tadi tertolong semua oleh para nelayan yang ada di tempat meledaknya bom. Menurut Van Hattum, maksud ”kepastian” ialah suatu kemungkinan yang sangat besar.
c.Sengaja Sadar Akan Kemungkinan (Dolus eventualis)
Lain halnya dengan kesengajaan yang terangterangan tidak disertai bayangan suatu kepastian akan terjadinya akibat yang bersangkutan, melainkan hanya dibayangkan suatu kemungkinan belaka akan akibat itu. Kini ternyata tidak ada persamaan pendapat diantara para sarjana hukum belanda. Menurut Van Hattum dan Hazewinkel-Suringa, ada dua penulis belanda, yaitu Van Dijk dan Pompe yang mengatakan, bahwa dengan hanya ada keinsafan kemungkinan, tidak ada kesengajaan, melainkan hanya mungkin ada culpa atau kurang berhati-hati. Kalau masih dapat dikatakan, bahwa kesengajaan secara keinsafan kepastian praktis sama atau hampir sama dengan kesengajaan sebagai tujuan (oogmerk), maka sudah terang kesengajaan secara keinsafan kemungkinan tidaklah sama dengan dua macam kesengajaan yang lain itu, melainkan hanya disamakan atau dianggap seolah-olah sama.
Teorinya adalah sebagai berikut:
Apabila dalam gagasan si pelaku hanya ada bayangan kemungkinan belaka akan terjadi akibat yang bersangkutan tanpa di tuju, maka harus di tinjau seandainya ada bayangan kepastian, tidak hanya kemungkinan, maka apakah perbuatan itu akan dilakukan oleh si pelaku.
Kalau ini terjadi, maka dapat dikatakan, bahwa kalau perlu, akibat yang terang tidak dikhendaki dan hanya mungkin akan terjadi itu, akan dipikul pertanggungjawabannya oleh si pelaku jika akibat kemudian itu terjadi.113 contoh : Si X menembak si Y karena Si X ingin membunuh Si Y namun disamping Si Y berdiri si Z dalam jarak yang sangat dekat dan ketika si Z yang menjadi korban maka perbuatan tersebut harus dipandang sengaja sadar akan kemungkinan
tentang tertembaknya si Z.
2. Kealapaan/ kelalaian (Culpa)
Kelalaian merupakan salah satu bentuk kesalahan yang timbul karena pelakunya tidak memenuhi standar perilaku yang telah ditentukan menurut undang- undang, kelalaian itu terjadi dikarenakan perilaku orang itu sendiri. Dalam pelayanan kesehatan misalnya yang menyebabkan timbulnya kelalaian adalah karena kurangnya pengetahuan, kurangnya pengalaman dan atau kurangnya kehati-hatian, padahal diketahui bahwa jika dilihat dari segi profesionalisme, seorang dokter dituntut untuk terus mengembangkan ilmunya.
Kelalaian menurut hukum pidana terbagi dua macam yaitu:
- Kealpaan perbuatan, apabila hanya dengan melakukan perbuatannya sudah merupakan suatu peristiwa pidana, maka tidak perlu melihat akibat yang timbul dari perbuatan tersebut sebagaimana ketentuan Pasal 205 KUHP.
- Kealpaan akibat, merupakan suatu peristiwa pidana kalau akibat dari kealpaan itu sendiri sudah menimbulkan akibat yang dilarang oleh hukum pidana, misalnya cacat atau matinya orang lain sebagaimana yang diatur dalam Pasal 359, 360,361 KUHP. Sedangkan kealpaan itu sendiri memuat tiga unsur, yaitu:
- Pelaku berbuat lain dari apa yang seharusnya diperbuat menurut hukum tertulis maupun tidak tertulis, sehingga sebenarnya ia telah melakukan suatu perbuatan (termasuk tidak berbuat) yang melawan hukum;
- Pelaku telah berlaku kurang hati-hati, ceroboh dan kurang berpikir panjang; dan
- Perbuatan pelaku itu dapat dicela, oleh karenanya pelaku harus bertanggung jawab atas akibat dari perbuatannya tersebut.
Sedangkan menurut D.Schaffmeister, N. Keijzer dan E. PH. Sutorius, skema kelalaian atau culpa yaitu :
- Culpa lata yang disadari (alpa) CONSCIOUS : kelalaian yang disadari, contohnya antara lain sembrono (roekeloos), lalai (onachttzaam), tidak acuh. Dimana seseorang sadar akan risiko, tetapi berharap akibat buruk tidak akan terjadi;
- Culpa lata yang tidak disadari (Lalai) UNCONSCIUS: kelalaian yang tidak disadari, contohnyaantara lain kurang berpikir (onnadentkend), lengah (onoplettend), dimana seseorang seyogianya harus sadar dengan risiko, tetapi tidak demikian.
Jadi kelalaian yang disadari terjadi apabila seseorang tidak melakukan suatu perbuatan, namun dia sadar apabila dia tidak melakukan perbuatan tersebut, maka akan menimbulkan akibat yang dilarang dalam hukum pidana. Sedangkan kealpaan yang tidak disadari terjadi apabila pelaku tidak memikirkan kemungkinan adanya suatu akibat atau keadaan tertentu, dan apabila ia telah memikirkan hal itu sebelumnya maka ia tidak akan melakukannya.
Berpedoman pada pengertian dan unsur-unsur diatas, dapat dikatakan kealpaan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan mengandung pengertian normatif yang dapat dilihat, artinya perbuatan atau tindakan kelalaian itu, selalu dapat diukur dengan syarat-syarat yang lebih dahulu sudah dipenuhi.
Semoga Bermanfaat...
Admin : Nirina Salihin, SH
Support Web Blog :