Ruang Lingkup Hukum Internasional
Hukum internasional merupakan himpunan dan peraturan yang mengikat serta mengatur hubungan antara negara-negara san subjek-subjek hukum lainnya dalam kehidupan masyarakat internasional. Disamping itu, perlu juga dibedakan lingkup hukum internasional baik publik maupun privat serta hukum internaisonal umum maupun khusus. Mengenai lingkup hukum internasional tersebut baik privat maupun publik serta lingkup umum maupun khusus perlu untuk duraikan secara spesifik sehingga dalam praktiknya penggunaannya menjadi jelas dan tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda.
Secara umum lingkup hukum internasional memiliki ragam bentuk yaitu:
- General Rules of International Law (Hukum Internasional Umum) yaitu hukum yang berlakunya dipertahankan oleh seluruh masyarakat internasional
- Regional Rules of International Law (Hukum Internasional Khusus/Regional) yaitu hukum yang berlakunya dipertahankan oleh negara-negara dalam kawasan tertentu.
- The puclic international law yaitu hukum yang mengatur hubungan antar negara dengan subyek lainnya seperti organisasi internasional
- The privat international law yaitu hukum yang mengatur hubungan antara individu-individu ata badan-badan hukum dari negara-negara yang berbeda
Berdasarkan lingkup tersebut diatas, maka para pakar tidak mempersoalkan diantaranya Mochtar Kusumaatmadja tidak keberatan dengan berbagai istilah dan klasifikasi hukum internasional yang ada karena mengandung perkataan internasional, walaupun menurut asal katanya searti dengan antarbangsa atau antar negara yang mana istilah tersebut sudah lazim dipakai untuk hal-hal atau peristiwa-peristiwa yang melampaui batas negara atau wilayah.
Meski demikian, istilah hukum internasional (International Law) merupakan istilah yang lebih popular digunakan saat ini dibandingkan dengan istilah- istilah yang lain karena dianggap tidak sesuai lagi dengan kebutuhan, sekaligus istilah hukum internasional adalah istilah yang menjadi objek pembahasan dalam mata kuliah ini yang memfokuskan kajian pada hubungan antar subyek internasional dalam lintas batas wilayah.
Meskipun istilah hukum internasional dipandang lebih memadai dibandingkan dengan istilah lainnya, para sarjana masih ada yang menggunakan istilah lama, oleh karena itu tidaklah begitu dipersoalkan, yang penting adalah subtansi dari hukum internasional yang tidak lagi hanya terbatas pada hubungan antar negara atau bangsa saja melainkan sudah jauh lebih luas dan kompleks.
Hal yang sama dalam peristilah yang dikenal dalam konsep hukum Islam, dimana hukum internasional dikenal dengan istilah Ajanabi yang fokus pembahasan pada perlakuan penduduk asli terhadap penduduk asing. Hal ini didasakan atas seruan ajaran Islam terhadap persaudaraan, kemanusiaan dan persatuan penuh natara semua manusia. Tidak ada perbedaan antara warna kulit dan wana kulit lainnya. Hal ini didasarkan atas firman Allah dalam Al- Qur’an Surat Al Hujurat ayat 13 yang berbunyi hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.
Atas perintah tersebut, maka Islam menyerukan kepada bangsa-bangsa, suku-suku dan negara-negara supaya saling berkenalan. Dengan perkenalan lahirlah kasih sayang yang menjauhkan manusia dari permusuhan dan peperangan. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW bahwa tidak ada kelebihan orang Arab dari orang asing tidak pula orang putih dari orang hitam atau merah atau kuning. Semua kamu berasal dari Adam dan Adam berasal dari tanah.
Berdasarkan ayat dan hadits di atas, maka hukum internasional dalam Islam lingkupnya pada persaudaraan, persamaan dan tidak ada perbedaan bangsa-bangsa atau asal.
Karenanya lingkup hukum Islam internasional mencakup
- hak-hak kemanusiaan seperti kemerdekaan agama, kemerdekaan umum dan hak menikmati fasilitas umum
- hak-hak sipil, mencakup perkawinan, pekerjaan dan perniagaan
- hak-hak politik, mencakup hak memilih, hak dipilih, dan hak kepegawaain
Dengan demikian, maka khusus untuk perlakuan terhadap orang asing dalam hukum Islam mencakup dua macam :
- Seorang Muslim dari negara atau negara asing, mereka mempunyai hak kemanusiaan, hak sipil dan hak politik. Hak-hak tersebut terjamin di wilayah Islam bagi orang-orang Islam dari India, Cina, Romawi dan Habasyi. Hak dan kewajiban serupa dengan penduduk asli termasuk berhak berpindah-pindah antara semua negara muslim tanpa paspor, termasuk berhak melakukan kegiatan-kegiatan perusahaan, dagang dan pertanian serta jabatan-jabatan kepegawaian umum, bahkan menjadi khalifah. Hal ini sebagaimana dicontohkan nabi pada waktu membangun dan mengembangkan Kota Madinah dimana kaum Muhajirin (Mekkah) dengan Anshor (Yastrib/Madinah).
- Seorang asing yang bukan Islam baik Yahudi, Nasrani atau Majusi yang ingin berdiam di Darul Islam, yaitu suatu negara yang berlaku dalam wilayahnya hukum Islam. Setiap umat Islam dalam darul Islam ini berhak memberi kemamanan kepada orang asing itu, yakni memberikan janji dan kemanan dengan jaminan Allah dan Rasul. Oleh sebab itu, orang asing dinamakan zimmi. Seorang Zammi di negara Islam mempunyai semua hak yang dipunyai penduduk beragama Islam, seperti berdiam selamanya, memanfaatkan hak-hak umum, perlindungan atas diri dan hartanya, hak berdagang dan hak kawin. Lebih penting dari semua hak sebagaimana diuraikan di atas adalah hak
Kemerdekaan agama menurut keperdayaannya tanpa diganggu. Mereka bebas melakukan syiar-syiar ibadat agamanya, tidak bisa dipaksa menyandang senjata untuk membela darul Islam. Namun sebagai jaminan keamanan mereka, maka mereka berhak membayar jizyah (pajak) jika mereka sanggup membayarnya, namun jika mereka jatuh miskin maka kehidupannya dan anak-anaknya ditanggung oleh keuangan negara (Darul Islam).
Termasuk hubungan antara muslin dan yang bukan Islam yang bertentangga melalui perjanjian bertentangga dengan baik dalam Islam dikenal dengan istilah (Mu’ahidin). Misalnya kamum Najran di jazirah Arab membuat perjanjian dengan dengan Rasulullah SAW. Dalam janji yang diberikan nabi kepada mereka adalah keamanan bagi diri serta harta mereka, bahwa gereja-gereja tidak boleh didiami dan tidak boleh diruntuhkan, dikurangi baik sedikitnya maupun seluruhnya baik di dalam maupun di luar, palang dan salib tidak boleh dirusak, keamanan bagi yang sakit maupun yang sehat, mereka tidak boleh dipaksa meninggalkan atau merusak agamanya dan tidak ada seorangpun yang boleh disakiti. Semuanya itu menjadi hak mereka dengan jaminan Allah dan RasulNya. Tentu jaminan yang serupa juga penulisan (redaksi) bagi janji yang serupa itu tetapi isinya sama. Dengan janji itu, maka Khalifah Umar Bin Khattab memberi keamanan di Baitul Maqdis dan di Mesir.
Kaum muslimin begitu patuh dan taat terhadap perintah untuk memperlakukan kaum Muahidin dan Zimmi hal ini berdasarkan atas sabda nabi bahwa barang siapa yang menganiaya seorang mu’ahid dan zimmi sayalah menjadi musuhnya (tantangannya) di hari kiamat. Hal ini dikisakan dalam penaklukan Baitul Maqdis kaum Ilyah menolak menyerahkan daerah itu selain kepada Khalifah Umar Bin Khattab langsung, akhirnya khalifah menuju baitul maqdis dengan mengendarai keledai didampingi panglima.
Mereka mengendarai keledai bergantian, tiba saatnya memasuki kota baitul maqdis giliran umar yang harus jalan kaki, pada waktu melewati suatu bangunan yang telah tertimbun tanah, beliau bertanya apakah itu, dijawab bahwa rumah ibadat Yahudi, beliau kemudian membersihkan kembali dengan tangannya dengan ujung kainnya. Kemudian tiba waktu shalat dhuhur, beliau bertanya dimana saya bisa shalat, seorang pendeta Yahudi memintanya untuk sembahyang di tempat yang dia sudah bersihkan (gereja), namun Khalifah Umar memilih shalat di luar karena khawatir gereja itu kelak akan dirobohkan oleh umat islam dengan dalih Khalifa Umar pernah shalat di tempat itu.
Dengan demikian, maka disimpulkan bahwa hukum Islam internasional mengatur hubungan antar bangsa baik segamana atau tidak dalam dua hal yaitu dalam keadaan damai dan dalam keadaan perang.
Semoga Bermanfaat...
Admin : Nadia Pratiwi Mahayana, SH
Web Blog Support :