Teori Alasan Penghapusan Pidana

Teori Alasan Penghapusan Pidana
George P.Fletcher dalam Rethinking Criminal Law mengemukakan ada tiga teori terkait alasan penghapusan pidana.

1. Theory of pointless punishment.
Teori ini berpijak pada teori kemanfaatan alasan pemaaf sebagai bagian dari teori manfaat dari hukuman. Menurut teori ini tidak ada gunanya menjatuhkan pidana pada orang gila atau orang yang menderita sakit jiwa. 

Teori ini tidak terlepas dari ajaran Jeremy Bentham yang menyatakan bahwa pemidanaan haruslah bermanfaat. Ada tiga kemanfaatan yaitu :
  • Pertama, pemidanaan akan sangat bermanfaat jika dapat meningkatkan perbaika diri pada pelakunya. 
  • Kedua, pemidanaan harus menghilangkan kemampuan untuk melakukan kejahatan. 
  • Ketiga, pemidanaan harus memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. 
Bentham kemudian menyatakan bahwa pidana sama sekali tidak memiliki nilai pembenaran apapun bila semata-mata dijatuhkan untuk sekedar menambah lebih banyak penderitaan atau kerugian pada masyarakat.

Tidak ada gunanya menjatuhkan pidana kepada orang yang tidak menyadari apa yang diperbuatnya. Pelaku yang gila atau sakit jiwa atau cacat dalam tubuhnya tidak mampu mengisyafi perbuatannya dan tidak dapat mencegah terjadinya perbuatan yang dilarang, sehingga penjatuhan pidana kepada orang yang demikian tidak akan memberikan manfaat sedikitpun, justru akan melukai rasa keadilan masyarakat. 

Sebagai contoh seorang gila yang berada di tengah keramaian kemudian melempari orang-orang di sekelilingnya dengan batu sehingga beberapa orang di antara mereka menderita luka-luka. Orang gila tersebut tidak mengisyafi bahkan tidak mengerti apa yang dilakukannya. Dengan demikian orang gila tersebut tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban yang membawa konsekuensi tidak dapat dipidana. Kalaupun orang gila tersebut dijatuhi pidana, maka tidak akan mendatangkan manfaat sedikitpun terhadapnya.
 
2. Theory of lesser evils ( teori peringkat kejahatan yang lebih ringan).
Teori ini merupakan teori alasan penghapusan pidana yang berasal dari luar pelaku atau uitwendig. Disini pelaku harus memilih salah satu dari dua perbuatan yang sama-sama menyimpang dari aturan. Perbuatan yang dipilih sudah tentu adalah perbuatan yang peringkat kejahatannya lebih ringan.

Menurut teori ini suatu perbuatan dapat dibenarkan atas dua alasan. 
  • Pertama, meskipun perbuatan tersebut melanggar aturan, namun perbuatan tersebut harus dilakukan untuk mengamankan kepentingan yang lebih besar. Tegasnya, tingkat bahaya yang harus dihindari lebih besar daripada sekedar penyimpangan dari suatu aturan. 
  • Kedua, perbuatan yang melanggar aturan tersebut hanya merupakan satu- satunya cara yang dapat dilakukan secara cepat dan paling mudah untuk menghindari bahaya atau ancaman yang akan timbul.
Teori ini lebih mempertimbangkan sudut peringkat kurang lebihnya atau untung ruginya dampak dari suatu perbuatan pidana yang dilakukan. Jika perbuatan itu dilakukan untuk mengamankan kepentingan yang lebih besar atau kepentingan yang lebih baik atau lebih menguntungkan, maka perbuatan yang melanggar aturan itu dapat dibenarkan. 

Tegasnya teori ini lebih pada pilihan objektif untuk melindungi kepentingan hukum dan atau kewajiban hukum yang timbul dari dua keadaan atau situasi secara bersamaan. Contoh mobil pemadam kebarakan yang melaju dengan kencangnya melebihi kecepatan maksimum yang dibolehkan. Bahkan mobil tersebut melanggar rambu-rambu lalu lintas termasuk lampu pengatur lalu lintas karena segera harus memadamkan api akibat kebakaran yang terjadi di suatu tempat. 

Disini kepentingan memadamkan api termasuk penyelamatan nyawa beserta harta benda yang mungkin timbul akibat kebakaran tersebut lebih besar dibandingkan dengan pelanggaran yang dilakukan mobil pemadam kebakaran terahdap rambu-rambu lalu lintas.

3. Theory of necessary defense (teori pembelaan yang diperlukan).
Teori ini merupakan teori yang digolongkan dalam teori alasan pemaaf. Dalam teori ini ada empat hal yang menjadi perdebatan mendasar. 
  • Pertama, terkait penggunaan kekuatan yang dibolehkan dalam situasi tertentu. Artinya, kekuatan yang digunakan harus sebanding dengan serangan tersebut.
  • Kedua, kewajiban untuk menghindari. Dalam hal ini jika dapat menghindari dari serangan tersebut, maka jalan yang demikian haruslah ditempuh. 
  • Ketiga, hak pihak ketiga untuk campur tangan. Artinya, dapat saja pihak ketiga menghalangi atau menghentikan suatu serangan tersebut. Keempat, membolehkan melawan untuk membebaskan diri dari serangan tersebut.
Dalam Memorie van Toelichting alasan tidak dapat dipertanggungjawabkan pidana kepada pelaku dibedakan menjadi dua.
  • Alasan yang berada di dalam diri pelaku (inwendige orrzaken van ontoerekenbaarheid) sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 44 KUHP perihal kemampuan bertanggungjawab yang dirumuskan secara negatif.
  • Alasan yang berada di luar diri pelaku (uitwendige oorzaken van ontoerekenbaarheid) sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 48 sampai Pasal 51 KUHP.
Semoga Bermanfaat...
Admin : Ratna Srtini, SH



Previous
Next Post »