Asas Legalitas Asas Berlakunya Hukum Pidana Menurut Waktu

Asas Berlakunya Hukum Pidana Menurut Waktu
1. Asas Legalitas
Asas legalitas diatur dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP yang berbunyi “tiada suatu perbuatan yang boleh dihukum, melainkan atas kekuatan ketentuan pidana dalam undangundang yang ada terlebih dahulu dari perbuatan itu. Asas legalitas (the principle of legality) yaitu asas yang menentukan bahwa tiap-tiap peristiwa pidana (delik/ tindak pidana ) harus diatur terlebih dahulu oleh suatu aturan undang-undang atau setidak-tidaknya oleh suatu aturan hukum yang telah ada atau berlaku sebelum orang itu melakukan perbuatan. Setiap orang yang melakukan delik diancam dengan pidana dan harus mempertanggungjawabkan secara hukum perbuatannya itu.

Berlakunya asas legalitas seperti diuraikan di atas memberikan sifat perlindungan pada undang-undang pidana yang melindungi rakyat terhadap pelaksanaan kekuasaan yang tanpa batas dari pemerintah. Ini dinamakan fungsi melindungi dari undang-undang pidana. Di samping fungsi melindungi, undang-undang pidana juga mempunyai fungsi instrumental, yaitu di dalam batas- batas yang ditentukan oleh undang-undang, pelaksanaan kekuasaan oleh pemerintah secara tegas diperbolehkan.

Anselm von Feuerbach, seorang sarjana hukum pidana Jerman, sehubungan dengan kedua fungsi itu, merumuskan asas legalitas secara mantap dalam bahasa Latin, yaitu : Nulla poena sine lege: tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana menurut undang-undang. Nulla poena sine crimine: tidak ada pidana tanpa perbuatan pidana. Nullum crimen sine poena legali: tidak ada perbuatan pidana tanpa pidana menurut undang-undang. Rumusan tersebut juga dirangkum dalam satu kalimat, yaitu nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali. Artinya, tidak ada perbuatan pidana, tidak ada pidana, tanpa ketentuan undang-undang terlebih dahulu. 

Dari penjelasan tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa asas legalitas dalam pasal 1 ayat (1) KUHP mengandung tiga pokok pengertian yakni :
  • Tidak ada suatu perbuatan yang dapat dipidana (dihukum) apabila perbuatan tersebut tidak diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan sebelumnya/terlebih dahulu, jadi harus ada aturan yang mengaturnya sebelum orang tersebut melakukan perbuatan;
  • Untuk menentukan adanya peristiwa pidana (delik/tindak pidana) tidak boleh menggunakan analogi; dan
  • Peraturan-peraturan hukum pidana/perundang-undangan tidak boleh berlaku surut;
2. Tujuan Asas Legalitas
Menurut Muladi asas legalitas diadakan bukan karena tanpa alasan tertentu. Asas legalitas diadakan bertujuan untuk:
  • Memperkuat adanya kepastian hukum;
  • Menciptakan keadilan dan kejujuran bagi terdakwa;
  • Mengefektifkan deterent functiondari sanksi pidana;
  • Mencegah penyalahgunaan kekuasaan; dan
  • Memperkokoh penerapan “the rule of law”
Sementara itu, Ahmad Bahiej dalam bukunya Hukum Pidana, memberikan penjelasan mengenai konsekuensi asas legalitas formil, yakni Suatu tindak pidana harus dirumuskan/disebutkan dalam peraturan perundang-undangan. Konsekuensinya adalah:
  • Perbuatan seseorang yang tidak tercantum dalam undang-undang sebagai tindak pidana juga tidak dapat dipidana.
  • Ada larangan analogi untuk membuat suatu perbuatan menjadi tindak pidana.
  • Peraturan perundang-undangan itu harus ada sebelum terjadinya tindak pidana. Konsekuensinya adalah aturan pidana tidak boleh berlaku surut (retroaktif), hal ini didasari oleh pemikiran bahwa Menjamin kebebasan individu terhadap kesewenangwenangan penguasa dan Berhubungan dengan teori paksaan psikis dari anselem Von Feuerbach, bahwa si calon pelaku tindak pidana akan terpengaruhi jiwanya, motif untuk berbuat tindak pidana akan ditekan, apabila ia mengetahui bahwa perbuatannya akan mengakibatkan pemidanaan terhadapnya.
3. Pengecualian Asas Legalitas
Asas legalitas (Pasal 1 ayat (1) KUHP) memiliki pengecualian khusus mengenai keberadaannya, yaitu di atur dalam ketentuan Pasal 1 ayat (2) KUHP yang mana pasal tersebut berbunyi seperti ini “jika terjadi perubahan perundangundangan setelah perbuatan itu dilakukan maka kepada tersang ka/terdakwa dikenakan ketentuan yang menguntungkan baginya. 

Dari ketentuan pasal 1 ayat (2) KUHP ini sebagai pengecualian yakni memperlakukan ketentuan yang menguntungkan bagi terdakwa. Menurut jonkers pengertian menguntungkan disini bukan saja terhadap pidana dari perbuatan tersebut,tetapi juga mencakup penuntutan bagi si terdakwa.

Ada bermacam-macam teori yang menyangkut masalah perubahan peraturan perundang- undangan yang dimaksud dalam hal ini. Yakni sebagai berikut :
  • Teori formil yang di pelopori oleh Simons, berpendapat bahwa perubahan undang- undang baru terjadi bilamana redaksi undang-undang pidana tersebut berubah. Perubahan undang-undang lain selain dari undang-undang pidana walaupun berhubungan dengan uu pidana bukanlah perubahan undang-undang yang dimaksud dalam pasal 1 ayat (2) ini.
  • Teori material terbatas yang dipelopori oleh Van Geuns berpendapat antara lain bahwa perubahan undang-undang yang dimaksud harus diartikan perubahan keyakinan hukum dari pembuat undang-undang.perubahan karena zaman atau karena keadaan tidak dapat  dianggap sebagai  perubahan dalam undang-undang pidana.
  • Teori material tak terbatas yang merujuk pada putusan Hoge Raad tanggal 5 desember 1921 mengemukakan bahwa perubahan undang-undang adalah meliputi semua undang-undang dalam arti luas dan perubahan undangundang yang meliputi perasaan hukum pembuat undangundang maupun perubahan yang dikarenakan oleh perubahan jaman (keadaan karena waktu tertentu).

Semoga Bermanfaat...
Admin : Rahmatia Arhan, SH
Web Blog : Batara Ogi



Previous
Next Post »