Pengertian dan Istilah Hukum Adat Adat diartikan sebagai kebiasaan yang menurut asumsi masyarakat telah terbentuk baik sebelum maupun sesudah adanya masyarakat. Istilah adat identik dengan bahasa Arab dalam tata bahasa Arab yaitu Adah yang merujuk pada ragam perbuatan yang dilakukan secara berulangulang.
Menurut M. Nasroen, “adat” Minangkabau merupakan suatu sistem pandangan hidup yang kekal, segar serta aktual, karena di dasarkan pada:
- Ketentuan yang terdapat pada alam yang nyata dan juga nilai positif, teladan baik serta keadaan yang berkembang
- Kebersamaa dalam arti, seseorang untuk kepentingan bersama dan kepentingan bersama untuk seseorang
- Kemakmuran yang merata
- Perimbangan pertentangan, yakni pertentangan dihadapi secara nyata serta dengan mufakat berdasarkan alur dan kepatutan.
- Meletakkan sesuatu pada tempatnya dan menempuh jalan tengah.
- Menyesuaikan diri dengan kenyataan.
- Segala sesuatunya berguna menurut tempat, waktu dan keadaan.
Menurut sistem adat Minangkabau terbagi empat yakni Adat nan sabana adat, adat nan teradat, adat nan diadatkan dan dat istiadat. Adat ini mempunyai ikatan dan pengaruh yang kuat dalam masyarakat. Kekuatan mengikatnya tergantung kepada masyarakat yang mendukung adat istiadat tersebut yang terutama berpangkal tolak pada perasaan keadilannya. Secara teoretis akademis sudah timbul kesulitan untuk membedakan antara adat istiadat dengan hukum adat, apalagi dalam praktiknya, dimana gejala sosial sosial tersebut berkaitan erat. Kenyataannya bahwa adat dan hukum adat digunakan secara bersamaan oleh masyarakat.
Pada umumnya di kalangan masyarakat minangkabau yang berada diwilayah sumatera barat memiliki sistem matrilineal dimana suatu sisitem kekerabatannnya diwariskan kepada pihak perempuan. Dalam pembicaraan sehari-hari ataupun juga di dalam kerapatan-kerapatan adat, orang tidak membedakan antara “adat” dan “hukum adat”. Di Minangkabau dipakai istilah-istilah adat sebagai berikut:
1. Adat yang sebenarnya adat
Yang dimaksud ialah adat yang tidak lekang di panas dan tak lapuk dihujan, yitu adat ciptaan Tuhan Maha Pencipta. Sebagai mana dikatakan “Ikan adatnya beradai,air adatnya membahasi, pisau adatnya melukai”. Jadi adat yang dimaksud adalah prilaku alamiah, karena sudah ketetapan Tuhan yang tidak berubah, sudah merupakan sifat perilaku yang seharusnya demikian. Hal ini menunjukan bahwa hukum adat itu dipengaruhi oleh ajaran keagamaan, segala sesuatunya dikuasai oleh Tuhan Yang Maha Esa.
2. Adat Istiadat
Yang dimaksud ialah adat sebagai aturan (kaidah) yang ditentukan oleh nenek moyang (leluhur), yang di Minangkabau dikatakan berasal dari Ninik Katamanggungan dan Ninik Parpatih Nan Sabatang di balai Balairung Pariangan Padang Panjang. Sebagaimana dikatakan, “Negeri berpenghulu, suku berbuah perut, kampung bertua, rumah bertungganai, diasak layu dibubut mati”. Dalam hal ini adat mengandung arti kaidah-kaidah aturan kebiasaan yang berlaku tradisional sejak zaman poyang asal sampai anak cucu dimasa sekarang. Aturan kebiasaan ini pada umumnya tidak mudah berubah.
3. Adat nan diadatkan
Yang dimaksud ialah adat sebaagai aturan (kaidah) Yng ditetapkan atas dasar “bulat mufakat” para penghulu, tua-tua adat, cerdik pandai, dalam majelis kerapatan adat atas dasar “halur” dan “patut”. Ketentuan ini daat berubah menurut keadaan tempat dan waktu. Oleh karena lain Nagari lain pandangannya tentang halur dan patut, maka sifat adat nan diadatkan itu lain padang lain belalang lain lubuk lain ikannya.
4. Adat nan teradat
Yang dimaksud ialah kebiasaan bertingkah laku yang dipakai karena tiru-meniru diantara anggota masyarakat. Karena perilaku kebiasaan itu sudah biasa terpakai, maka dirasakan tidak baik ditinggalkan. Misalnya dikalangan orang Minangkabau sudah teradat apabila ada kaum kerabat yang meninggal atau untuk menyabut tamu agung, mereka berdatangan denga berpakaian berwarna hitam.
UPDATE MATERI KULIAH HUKUM ADAT
Materi Perkuliahan Mahasiswa Hukum
Universitas Muslim Indonesia
UMI Makassar
Admin : Satriani Syam, SH
Editor : Mirna Arianti Nur, SS
1. Definisi Hukum Adat
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adat adalah aturan (perbuatan dsb) yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala; cara (kelakuan dsb) yang sudah menjadi kebiasaan; wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem. Karena istilah Adat yang telah diserap kedalam Bahasa Indonesia menjadi kebiasaan, maka istilah hukum adat dapat disamakan dengan hukum kebiasaan.
Namun menurut Van Dijk, kurang tepat bila hukum adat diartikan sebagai hukum kebiasaan. Menurutnya hukum kebiasaan adalah kompleks peraturan hukum yang timbul karena kebiasaan berarti demikian lamanya orang bisa bertingkah laku menurut suatu cara tertentu sehingga lahir suatu peraturan yang diterima dan juga diinginkan oleh masyarakat. Jadi, menurut Van Dijk, hukum adat dan hukum kebiasaan itu memiliki perbedaan.
Sedangkan menurut Soejono Soekanto, hukum adat hakikatnya merupakan hukum kebiasaan, namun kebiasaan yang mempunyai akibat hukum (das sein das sollen). Berbeda dengan kebiasaan (dalam arti biasa), kebiasaan yang merupakan penerapan dari hukum adat adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan berulang-ulang dalam bentuk yang sama menuju kepada Rechtsvaardige Ordening Der Semenleving.
Syekh Jalaluddin menjelaskan bahwa hukum adat pertama-tama merupakan persambungan tali antara dulu dengan kemudian, pada pihak adanya atau tiadanya yang dilihat dari hal yang dilakukan berulang-ulang. Hukum adat tidak terletak pada peristiwa tersebut melainkan pada apa yang tidak tertulis di belakang peristiwa tersebut, sedang yang tidak tertulis itu adalah ketentuan keharusan yang berada di belakang fakta-fakta yang menuntuk bertautnya suatu peristiwa dengan peristiwa lain.
2. Terminologi
Ada dua pendapat mengenai asal kata adat ini. Di satu pihak ada yang menyatakan bahwa adat diambil dari bahasa Arab yang berarti kebiasaan. Sedangkan menurut Prof. Amura, istilah ini berasal dari Bahasa Sanskerta karena menurutnya istilah ini telah dipergunakan oleh orang Minangkabau kurang lebih 2000 tahun yang lalu. Menurutnya adat berasal dari dua kata, a dan dato. A berarti tidak dan dato berarti sesuatu yang bersifat kebendaan.
Hukum Adat dikemukakan pertama kali oleh Prof. Snouck Hurgrounje seorang Ahli Sastra Timur dari Belanda (1894). Sebelum istilah Hukum Adat berkembang, dulu dikenal istilah Adat Recht. Prof. Snouck Hurgrounje dalam bukunya de atjehers (Aceh) pada tahun 1893-1894 menyatakan hukum rakyat Indonesia yang tidak dikodifikasi adalah de atjehers.
Kemudian istilah ini dipergunakan pula oleh Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven, seorang Sarjana Sastra yang juga Sarjana Hukum yang pula menjabat sebagai Guru Besar pada Universitas Leiden di Belanda. Ia memuat istilah Adat Recht dalam bukunya yang berjudul Adat Recht van Nederlandsch Indie (Hukum Adat Hindia Belanda) pada tahun 1901-1933.
Perundang-undangan di Hindia Belanda secara resmi mempergunakan istilah ini pada tahun 1929 dalam Indische Staatsregeling (Peraturan Hukum Negeri Belanda), semacam Undang Undang Dasar Hindia Belanda, pada pasal 134 ayat (2) yang berlaku pada tahun 1929.
Dalam masyarakat Indonesia, istilah hukum adat tidak dikenal adanya. Hilman Hadikusuma mengatakan bahwa istilah tersebut hanyalah istilah teknis saja. Dikatakan demikian karena istilah tersebut hanya tumbuh dan dikembangkan oleh para ahli hukum dalam rangka mengkaji hukum yang berlaku dalam masyarakat Indonesia yang kemudian dikembangkan ke dalam suatu sistem keilmuan. Dalam bahasa Inggris dikenal juga istilah Adat Law, namun perkembangan yang ada di Indonesia sendiri hanya dikenal istilah Adat saja, untuk menyebutkan sebuah sistem hukum yang dalam dunia ilmiah dikatakan Hukum Adat.
Pendapat ini diperkuat dengan pendapat dari Muhammad Rasyid Maggis Dato Radjoe Penghoeloe sebagaimana dikutif oleh Prof. Amura: sebagai lanjutan kesempurnaan hidup selama kemakmuran berlebih-lebihan karena penduduk sedikit bimbang dengan kekayaan alam yang berlimpah ruah, sampailah manusia kepada adat. Sedangkan pendapat Prof. Nasroe menyatakan bahwa adat Minangkabau telah dimiliki oleh mereka sebelum bangsa Hindu datang ke Indonesia dalam abad ke satu tahun masehi.
Prof. Dr. Mohammad Koesnoe, S.H. di dalam bukunya mengatakan bahwa istilah Hukum Adat telah dipergunakan seorang Ulama Aceh yang bernama Syekh Jalaluddin bin Syekh Muhammad Kamaluddin Tursani (Aceh Besar) pada tahun 1630. Prof. A. Hasymi menyatakan bahwa buku tersebut (karangan Syekh Jalaluddin) merupakan buku yang mempunyai suatu nilai tinggi dalam bidang hukum yang baik.
3. Hukum Adat Menurut Berbagai Pakar
- Hurgronje
Christiaan Snouck Hurgronje, dalam karyanya yang berjudul De Atjehers, mendefinisikan hukum adat sebagai "adat yang memiliki sanksi." Hurgronje berpandangan bahwa adat yang tidak memiliki sanksi adalah kebiasaan normatif yang hanya mengatur tingkah laku yang patut dan berlaku dalam masyarakat. Hurgronje juga berpandangan bahwa tidak ada batas yang jelas antara hukum adat dan hukum kebiasaan. - Van Vollenhoven
Cornelis van Vollenhoven mendefinisikan hukum adat sebagai "keseluruhan aturan tingkah laku positif yang di satu pihak mempunyai sanksi (hukum) dan di pihak lain dalam keadaan tidak dikodifikasi (adat)". van Vollenhoven menempatkan hukum adat sebagai sebuah ilmu pengetahuan, sehingga kedudukannya sejajar dengan hukum-hukum lain pada sebuah rezim hukum positif. - Ter Haar
B. ter Haar membatasi hukum adat sebagai hukum yang "mencakup seluruh peraturan-peraturan yang menjelma di dalam keputusan-keputusan para pejabat hukum yang mempunyai kewibawaan dan pengaruh, serta di dalam pelaksanaannya berlaku secara serta merta dan dipatuhi dengan sepenuh hati oleh mereka yang diatur oleh keputusan tersebut."
4. Penegakan Hukum Adat di Indonesia
Mengenai persoalan penegak hukum adat Indonesia, ini memang sangat prinsipil karena adat merupakan salah satu cermin bagi bangsa, adat merupkan identitas bagi bangsa, dan identitas bagi tiap daerah. Dalam kasus salah satu adat suku Nuaulu yang terletak di daerah Maluku Tengah, ini butuh kajian adat yang sangat mendetail lagi, persoalan kemudian adalah pada saat ritual adat suku tersebut, di mana proses adat itu membutuhkan kepala manusia sebagai alat atau perangkat proses ritual adat suku Nuaulu tersebut.
Dalam penjatuhan pidana oleh sala satu Hakim pada Perngadilan Negeri Masohi di Maluku Tengah, ini pada penjatuhan hukuman mati, sementara dalam Undang-undang Kekuasaan Kehakiman Nomor 4 tahun 2004. dalam Pasal 28 hakim harus melihat atau mempelajari kebiasaan atau adat setempat dalam penjatuhan putusan pidana terhadap kasus yang berkaitan dengan adat setempat.
Dalam kerangka pelaksanaan Hukum Tanah Nasional dan dikarenakan tuntutan masyarakat adat maka pada tanggal 24 Juni 1999, telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.
Peraturan ini dimaksudkan untuk menyediakan pedoman dalam pengaturan dan pengambilan kebijaksanaan operasional bidang pertanahan serta langkah-langkah penyelesaian masalah yang menyangkut tanah ulayat.cvbb. Peraturan ini memuat kebijaksanaan yang memperjelas prinsip pengakuan terhadap "hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat" sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 3 UUPA. Kebijaksanaan tersebut meliputi:
Penyamaan persepsi mengenai "hak ulayat" (Pasal 1)
Kriteria dan penentuan masih adanya hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat hukum adat (Pasal 2 dan 5). Kewenangan masyarakat hukum adat terhadap tanah ulayatnya (Pasal 3 dan 4)
Indonesia merupakan negara yang menganut pluralitas di bidang hukum, di mana diakui keberadaan hukum barat, hukum agama dan hukum adat. Dalam praktiknya (deskritif) sebagian masyarakat masih menggunakan hukum adat untuk mengelola ketertiban di lingkungannya.
Ditinjau secara preskripsi (di mana hukum adat dijadikan landasan dalam menetapkan keputusan atau peraturan perundangan), secara resmi, diakui keberadaaanya namun dibatasi dalam peranannya. Beberapa contoh terkait adalah UU dibidang agraria No.5 / 1960 yang mengakui keberadaan hukum adat dalam kepemilikan tanah.
5. Rujukan/ Daftar Pustaka
- Soerjo W, 1984, Pengantardan Asas-asas Hukum Adat, P.T. Gunung Agung.
- Soemardi Dedi, SH. Pengantar Hukum Indonesia, IND-HILL-CO Jakarta.
- Soekamto Soerjono, Prof, SH, MA, Purbocaroko Purnadi, Perihal Kaidah Hukum, Citra Aditya Bakti PT, Bandung 1993
- Djamali Abdoel R, SH, Pengantar hukum Indonesia, Raja Grafindo Persada PT, Jakarta 1993.
- Tim Dosen UI, Buku A Pengantar hukum Indonesia
- https://seniorkampus.blogspot.com - Hukum Adat, 2020
Semoga bermanfaat...
Admin : Satriani Syam, SH
Editor : Mirna Arianti Nur, SS
Kantor Hukum ABR & Partners (Makassar)