Perlu dipahami bahwa dalam Hukum Acara Pidana dikenal Asas Praduga Tak Bersalah, yaitu setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalahsebelum ada putusan pengadilanyang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Maksud advokat membela tersangka/terdakwa yang telah nyata-nyata bersalah adalah bukan semata-mata agar klien dibebaskan dari semua tuntutan, tetapi advokat menjadi penasihat atau pendampingtersangka/terdakwa di muka pengadilan dan melindungi hak-hakyang dimiliki tersangka/terdakwa agar tidak dilanggar.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Hak Tersangka/Terdakwa Didampingi Advokat
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), tersangka dan terdakwa didefinisikan sebagai:
- Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana;
- Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan;
Pasal 54 KUHAP
Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.
Pasal 55 KUHAP
Untuk mendapatkan penasihat hukum tersebut dalam Pasal 54, tersangka atau terdakwa berhak memilih sendiri penasihat hukumnya.
Pasal 57 ayat (1) KUHAP yang berbunyi:
Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasihat hukumnya sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.
Khusus bagi tersangka/terdakwa yang melakukan tindak pidana yang diancam hukuman mati atau pidana penjara 15 tahun atau lebih, atau bagi tersangka/terdakwa yang diancam pidana penjara 5 tahun atau lebih tapi tidak mampu mempunyai penasihat hukum sendiri, maka pejabat yang bersangkutan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka sebagaimana diatur dalam Pasal 114 jo. Pasal 56 ayat (1) KUHP yang selengkapnya berbunyi:
Pasal 114 KUHAP
Dalam hal seorang disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum dimulainya pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56.
Pasal 56 ayat (1) KUHAP
Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka.
Jadi pada dasarnya tersangka/terdakwa itu mempunyai hak untuk didampingi oleh penasihat hukum/advokat dalam setiap tingkat pemeriksaan.
Mengapa Advokat Membela Orang yang Bersalah?
Mengenai pengacara/advokat/penasihat hukum diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU Advokat”) dan Kode Etik Advokat.
Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan UU Advokat.
Untuk menjalankan profesinya, advokat disumpah terlebih dahulu sesuai agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh pada Pengadilan Tinggi di domisili hukumnya.
Advokat bertugas memberikan jasa hukum, yaitu jasa yang diberikan advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.
Sementara klien adalah orang, badan hukum, atau lembaga lain yang menerima jasa hukum dari advokat (yang menjadi tersangka/terdakwa).
Mengapa advokat membela orang yang bersalah? Ketika advokat membela klien yang bersalah berarti maksudnya klien telah melakukan tindak pidana, masyarakat harus memahami bahwa advokat tidak dapat diidentikkan dengan kliennya.
Misal, kliennya tersangka/terdakwa tindak pidana korupsi, maka gambaran masyarakat bahwa advokat tersebut juga koruptor.
Bolehkah advokat menolak membela klien? Advokat dalam menjalankan tugas profesinya dilarang membedakan perlakuan terhadap klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan budaya.
Akan tetapi juga seorang advokat berhak untuk menolak pendampingan hukum kepada seorang klien dengan alasan tidak sesuai dengan keahliannya dan bertentangan dengan hati nuraninya, tetapi tidak dapat menolak dengan alasan karena perbedaan agama, kepercayaan, suku, keturunan, jenis kelamin, keyakinan politik dan kedudukan sosialnya.
Selain itu, perlu dipahami bahwa dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (“UU Kekuasaan Kehakiman”) terdapat asas praduga tak bersalah, yang dirumuskan sebagai berikut:
Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalahsebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Artinya meskipun masyarakat menganggap seseorang klien (tersangka/terdakwa) dari advokat bersalah, namun pada intinya yang menentukan seseorang bersalah atau tidak adalah hakim berdasarkan putusannya.
Selain itu menurut Muhammad Nuhdalam bukunya Etika Profesi Hukum(hal. 278-279) sebagaimana yang kami sarikan, ketika membela seorang klien yang telah nyata-nyata bersalah, maksud advokat bukan semata-mata agar klien dibebaskan dari semua tuntutan, tetapi advokat menjadi penasihat atau pendamping tersangka/terdakwa di muka pengadilan. Mendampingi maksudnya agar hak-hak yang dimiliki tersangka/terdakwa tidak dilanggar karena tidak jarang seorang tersangka/terdakwa diperlakukan semena-mena oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Sehingga dapat dipahami bahwa advokat membela hak-hak kliennya dalam memberikan jasa hukum. Hal ini sejalan dengan bunyi Pasal 3 huruf c Kode Etik Advokat, yaitu:
Advokat dalam menjalankan profesinya adalah bebas dan mandiri serta tidak dipengaruhi oleh siapapun dan wajib memperjuangkan hak-hak asasi manusia dalam Negara Hukum Indonesia.
Jadi menjawab pertanyaan Anda, dasarnya tersangka/terdakwa itu mempunyai hak untuk didampingi oleh penasihat hukum/advokat dalam setiap tingkat pemeriksaan.
Maksud advokat membela tersangka/terdakwa adalah bukan semata-mata agar klien dibebaskan dari semua tuntutan, tetapi advokat menjadi penasihat atau pendamping tersangka/terdakwa di muka pengadilan dan melindungi hak-hak yang dimiliki tersangka/terdakwa tidak dilanggar.
Seorang teman dari status pendidikan yang berbeda dengan saya pernah bertanya..
PROKONTRA TENTANG TUGAS & FUNGSI ADVOKAT
UMUM - Apakah Pengacara, Membela Demi Keadilan atau Kekayaan?
Pengacara seharusnya menjadi salah satu aparat penegak hukum di Indonesia. Namun miris, sudah terdapat beberapa kasus dimana pengacara / advokat justru malah menjadi salah satu aparat yang melakukan pelanggaran hukum saat melaksanakan tugasnya sebagai pengacara.
Bukannya melaksanakan tugas mereka untuk menegakkan keadilan, mereka justru menghalalkan segala cara untuk bisa memenangkan klien mereka dalam sebuah kasus. Apakah hal ini yang kita sebut menegakkan keadilan? Ataukah justru mereka semata-mata ingin mendapatkan kekayaan saja?
Fenomena yang sudah beberapa kali terjadi dalam penegakan hukum Indonesia ini.
Menurut UU no. 18 tahun 2003, Advokat atau pengacara adalah orang yang memberikan jasa hukum untuk kepentingan hukum klien. Hasanuddin Nasution, Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI), mengatakan bahwa tugas utama seorang pengacara adalah memberi pendampingan hukum, membela dan memastikan bahwa seorang klien mendapatkan hak-haknya dalam menjalankan proses hukum, bukan untuk semata-mata memenangkan klien. "Advokat bukan untuk mengalahkan atau memenangkan terdakwa, tapi menyelamatkan hak-hak klien. Baik di tingkat peradilan, atau pun tahapan pemeriksaan kepolisian, dan kejaksaan," lanjutnya.
Advokat atau Pengacara akan berhak mendapatkan honarium atau imbalan atas jasa hukum yang diberikannya dari klien. Jumlah dari honarium ini biasanya disepakati oleh Advokat dan klien pada awal dimulainya kerja sama mereka dalam sebuah kasus. Terkadang, kesepakatan inilah yang menjadi salah satu penyebab mengapa seorang advokat akhirnya justru melanggar tugasnya sebagai aparat penegak hukum.
Klien terkadang sudah menjanjikan honarium yang besar kepada Advokat untuk memenangkan kasusnya, sehingga Advokat kemudian memilih untuk melanggar kode etiknya sendiri dengan tidak melaksanakan tugasnya. Pada akhirnya, pengacara justru berusaha memenangkan kasus dengan berbagai cara, seperti melakukan tindak suap kepada hakim atau korupsi, menghalangi penyelidikan, dan memberikan keterangan atau kesaksian palsu.
Beberapa kasus yang sudah pernah terjadi di Indonesia adalah kasus Advokat Lucas yang menghalangi penyidikan dengan tidak memasukkan tersangka ESI (Eddy Sindoro) ke wilayah yuridis Indonesia melainkan dikeluarkan kembali ke luar negeri.
Eddy diduga menyuap panitera PN Jakarta Pusat, Edy Nasution terkait pengurusan sejumlah perkara beberapa perusahaan di bawah Lippo Group, yang ditangani di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Selain itu, pada beberapa tahun silam, kasus yang mungkin masih diingat oleh banyak orang adalah kasus tentang korupsi Gayus Tambunan.
Lambertus Palang Ama dan Haposan Hutagalung keduanya merupakan pengacara yang saat itu menangani kasus ini. Lambertus divonis bersalah memberikan keterangan palsu dan merekayasa asal-usul uang Rp 28 miliar dalam kasus tersebut. Haposan Hutagalung juga divonis bersalah karena memberikan keterangan palsu tentang asal usul uang Gayus. Selain itu, dia juga menyuap penyidik Polri, Arafat Enanie dan Komisaris Jenderal Susno Duadji sewaktu menjabat Kepala Bareskrim Polri.
Dan juga, pada kasus yang marak belakangan ini, yaitu kasus korupsi e-KTP Setya Novanto, Pengacara Fredrich Yunadi juga diduga telah mencoba menghalangi penyidikan. Yang terakhir, baru saja dalam beberapa hari ini ditemukan dari OTT KPK bahwa seorang Pengacara ternyata terlibat dalam kasus penyuapan disebuah peradilan di Jakarta Selatan.
Pengacara-pengacara tersebut mungkin memang diberi honarium yang cukup besar hingga akhirnya mereka pun melakukan banyak cara untuk memenangkan kasus. Dari kasus-kasus diatas, dapat kita lihat bahwa memang rata-rata pengacara yang terjerat kedalam kasus-kasus tersebut adalah pengacara dengan klien dari tersangka korupsi.
Namun, menurut saya pribadi, hal ini tidak sepatutnya terjadi. Seorang pengacara seharusnya dapat menempatkan dirinya sebagai seorang penegak hukum, bukannya sebagai pelanggar hukum yang seharusnya menjadi pedomannya.
Seorang pengacara seharusnya lebih mengutamakan keadilan dan hukum daripada kekayaan semata. Sebelum menjadi seorang pengacara, sudah pasti mereka mengetahui bahwa mereka tidak boleh melanggar sumpah dan kode etik mereka. Dan sudah dicantumkan pula diatas bahwa memang tugas pengacara yang sebenarnya bukanlah untuk memenangkan sebuah perkara, tetapi untuk tetap melindungi hak-hak hukum yang dimiliki oleh terdakwa.
Pengacara tidaklah seharusnya memutar balikkan atau menyembunyikan fakta bahwa terdakwa memanglah bersalah. Seorang pengacara yang melanggar hukum bukanlah contoh yang baik untuk masyarakat Indonesia. Kedepannya, bisa jadi masyarakat makin tidak menghargai hukum karena menganggap aparat penegak hukum saja sudah korup dari dalam, dan tidak layak untuk dihormati.
Maka dari itu, sebagai masyarakat Indonesia yang baik, apabila kita terjerat kedalam sebuah kasus, kita tidak seharusnya meminta pengacara kita untuk menghalalkan segala cara supaya dapat memenangkan kasus tersebut dengan memberikan imbalan yang besar yang dapat menggoda mereka.
Selain itu, kita juga seharusnya sadar bahwa apabila kita memang melakukan pelanggaran hukum, hal yang dapat Pengacara lakukan hanyalah melindungi hak-hak kita dalam pengadilan, bukannya wajib untuk memenangkannya.
Yang terakhir, apabila terdapat indikasi pelanggaran yang dilakukan penegak hukum, kita harus berani untuk melaporkannya kepada KPK atau pengawas dari pengadilan. Semoga dengan adanya artikel ini, kita dapat menyadari betapa lebih pentingnya penegakan hukum di Indonesia daripada kekayaan atau ego dari masing-masing kita.
Semoga bermanfaat...
Dihimpun dari berbagai sumber, literatur, catatan online, berkas online, hasil diskusi, pendapat ahli, advokat & kajian hukum kemahasiswaan..
Admin : Widya Putri, SH
Update Post : Nirmala
Advokat : Andi Akbar Muzfa, SH
Kantor Hukum :
Andi Muzfa & Partners Lawfirm
Famz & Partners Lawfirm
Tentang Advokat :
Andi Akbar Muzfa, SH adalah Advokat Muda (PERADI) DPC Makassar.
Andi Akbar Muzfa, SH pernah berkantor di Lawfirm Bertua & Co, Sebagai Associate & Asisten Lawyer, Managing Partner Bertua Hutapea, SH, MH (Adik Kandung Hotman Paris Hutapea) di Rawamangun Jakarta Timur 2017-2018.
Tentang Advokat :
Andi Akbar Muzfa, SH adalah Advokat Muda (PERADI) DPC Makassar.
Andi Akbar Muzfa, SH pernah berkantor di Lawfirm Bertua & Co, Sebagai Associate & Asisten Lawyer, Managing Partner Bertua Hutapea, SH, MH (Adik Kandung Hotman Paris Hutapea) di Rawamangun Jakarta Timur 2017-2018.