Aliran Dan Doktrin Tentang Unsur-Unsur Tindak Pidana

Aliran Dan Doktrin Tentang Unsur-Unsur Tindak Pidana.

Unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan dari dua sudut pandang yakni pandangan teoritis dan pandangan undang-undang. Teoritis artinya berdasarkan pendapat para ahli hukum, yang tercermin pada bunyi rumusannya. Dari sudut undang-undang adalah bagaimana kenyataan tindak pidana itu dirumuskan menjadi tindak pidana tertentu dalam pasal-pasal peraturan perundang-undangan yang ada.66 Dalam hukum pidana dikenal dua pandangan tentang unsur perbuatan pidana, yaitu:67

Pandangan Monistis.
Pandangan monistis adalah suatu pandangan yang melihat syarat, untuk adanya pidana harus mencakup dua hal yakni sifat dan perbuatan. Pandangan ini memberikan prinsip-prinsip pemahaman, bahwa di dalam pengertian perbuatan/ tindak pidana sudah tercakup di dalamnya perbuatan yang dilarang (criminal act) dan pertanggungjawaban pidana/kesalahan (criminal responbility).

Menurut D. Simons tindak pidana adalah : Tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum. 

Dengan batasan seperti ini menurut Simons, untuk adanya suatu tindak pidana harus dipenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

  • Perbuatan manusia, baik dalam arti perbuatan positif (berbuat) maupun perbuatan negatif (tidak berbuat);
  • Diancam dengan pidana;
  • Melawan hukum;
  • Dilakukan dengan kesalahan; dan
  • Oleh orang yang mampu bertanggungjawab

Strafbaarfeit yang secara harfiah berarti suatu peristiwa pidana, dirumuskan oleh Simons yang berpandangan monistis sebagai : “Kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana, dimana bersifat melawan hukum, yang dapat berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab.

Andi Zainal Abidin menyatakan bahwa “kesalahan yang dimaksud oleh Simons meliputi dolus (sengaja) dan culpalata (alpa, lalai) dan berkomentar sebagai berikut : Simons mencampurkan unsur-unsur perbuatan pidana (criminal act) yg meliputi perbuatan serta sifat yang melawan hukum, perbuatan dan pertanggungjwaban pidana (criminal liability) dan mencakup kesengajaan,kealpaan dan kelalaian dan kemampuan bertanggungjawab. Penganut monistis tidak secara tegas memisahkan antara unsur tindak pidana dengan syarat untuk dipidannya pelaku. Syarat dipidananya itu juga masuk dan menjadi unsur pidana.

Pandangan Dualistis
Berbeda dengan pandangan monistis yang melihat keseluruhan syarat adanya pidana telah melekat pada perbuatan pidana, pandangan dualistis memisahkan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Menurut pandangan monistis dalam pengertian tindak pidana sudah tercakup di dalamnya baik criminal act maupun criminal responbility, sementara menurut pandangan dualistis, yakni dalam tindak pidana hanya dicakup criminal act,dan criminal responbility tidak menjadi unsur tindak pidana. Oleh karena itu untuk menyatakan sebuah perbuatan sebagai tindak pidana cukup dengan adanya perbuatan yang dirumuskan oleh undang- undang yang memiliki sifat melawan hukum tanpa adanya suatu dasar pembenar.

Batasan yang dikemukakan tentang tindak pidana oleh para sarjana yang menganut pandangan dualistis yaitu sebagai berikut:

Menurut Pompe, Dalam hukum positif strafbaarfeit tidak lain adalah “feit (tindakan), yang diancam pidana dalam ketentuan undang-undang, sehingga sifat melawan hukum dan kesalahan bukanlah syarat mutlak untuk adanya tindak pidana”. Maka untuk terjadinya perbuatan/tindak pidana harus dipenuhi unsur sebagai berikut:

  • Adanya perbuatan (manusia);
  • Memenuhi rumusan dalam undang-undang (hal ini merupakan syarat formil, terkait dengan berlakunya pasal 1 ayat (1) KUHP;
  • Bersifat melawan hukum (hal ini merupakan syarat materiil, terkait dengan diikutinya ajaran sifat melawan hukum materiil dalam fungsinya yang negatif).

Moeljatno yang berpandangan dualistis menerjemahkan strafbaarfeit dengan perbuatan pidana dan menguraikannya sebagai berikut: “Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum dan larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut”. 

Berdasarkan defenisi/pengertian perbuatan/tindak pidana yang diberikan tersebut di atas, bahwa dalam pengertian tindak pidana tidak tercakup pertanggungjawaban pidana (criminal responbility). Namun demikian, Moeljatno juga menegaskan, bahwa : Untuk adanya pidana tidak cukup hanya dengan telah terjadinya tindak pidana, tanpa mempersoalkan apakah orang yang melakukan perbuatan  itu  mampu bertanggungjawab atau tidak.

Menurut pandangan dualistis bahwa unsur tindak pidana yaitu unsur yang mengenai diri orangnya sedangkan unsur pertanggungjawaban pidana merupakan syarat dapat dipidannya seseorang yang melakuka kejahatan.

Menurut M. Sudradjat Bassar bahwa suatu tindak pidana mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

  • Melawan hukum
  • Merugikan masyarakat
  • Dilarang oleh aturan pidana
  • Pelakunya diancam dengan pidana

Sedangkan menurut E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi bahwa tindak pidana tersebut mempunyai lima unsur yaitu:

  • Subjek;
  • Kesalahan;
  • Bersifat melawan hukum dari suatu tindakan;
  • Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh Undang-Undang dan terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana; dan
  • Waktu, tempat, dan keadaan (unsur objektif lainnya)

Semoga Bermanfaat...
Admin : Yuliana Indrayani, SH

Web Blog : Batara Ogi




Previous
Next Post »