Makalah - Tindak Pidana Pemalsuan Surat Menurut Hukum Pidana Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam perkembangan dunia, dengan terbentuknya Negara diperlukan hukum demi keamanan warganya. Hukum mengatur perangkat seluruh rakyat yang ada di Negara itu. Hukum ada yang berbentuk tertulis seperti: Undang-Undang dasar 1945 peraturan, perundang-undangan KUHP, yurisprudensi, traktat dan sebagainya, yang dibuat oleh Badan Ekskutif bersama-sama dengan wakil di DPR, dan ada juga hukum yang tidak tertulis seperti: hukum adat, hukum kebiasaan dan sebagainya, yang dibuat oleh orang yang diberi kuasa oleh rakyat seperti tokoh masyarakat dan diakui oleh rakyat serta ditegakkan oleh penegak hukum.

Salah satu dampak negatif dan kemajuan teknologi dalam masyarakat adalah terjadinya pergeseran pola hidup, dari pola hidup sederhana menjadi pola hidup konsumtif. Dengan banyaknya keinginan memiliki barang-barang mewah, mengakibatkan setiap orang ingin menempuh berbagai macam cara untuk memilikinya dimana hal ini sangatlah wajar. Di sisi lain, setiap orang mempunyai kemampuan ekonomi yang berbeda. Padahal untuk memiliki barang-barang yang mewah, perlu financial yang cukup. Hal ini merupakan suatu pencetus terjadinya suatu tindak kejahatan ataupun pelanggaran agar dapat memenuhi atau mengikuti pola hidup konsumtif.
 
Kemajuan yang ada dalam masyarakat akan menambah kemajemukan kepentingan dan memperbanyak kemungkinan timbulnya konflik kepentingan, serta tindakan kejahatan dan pelanggaran dalam masyarakat. Hal ini disebabkan adanya hak untuk sama-sama menikmati kehidupan dari hasil kemajuan ilmu dan teknologi. Oleh karena itu, tidak sedikit orang yang melakukan tindakan melanggar norma- norma maupun hukum.

Kebutuhan ekonomi merupakan salah satu penyebab terjadinya perbuatan tindak pidana seperti pencurian, pemerasann, penggelapan, pemalsuan, penipuan, dan lain-lain. Di sini penulis hanya akan mengkhususkan pembahasan terhadap tindak pidana pemalsuan khususnya tindak pidana pemalsuan surat baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan kelompok. Dengan adanya tindak pidana pemalsuan yang terjadi banyak pihak yang dirugikan. Baik perseorangan, kelompok, perusahaan ataupun Negara. 

Pemalsuan itu sendiri mempunyai pengertian sesuai yang diatur dalam pasal 263 Kitab Undang-undang hukum Pidana ( KUHP )
  1. Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perhutangan membebaskan hutang atau yang dapat dipergunakan untuk bukti sesuatu hal, dengan maksud untuk memakai dan menyuruh orang lain memakai surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, jikalau pemakaian surat itu dapat mendatangkan kerugian, maka karena pemalsu surat dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.

  2. Di pidana dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah asli, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Suatu pergaulan di dalam masyarakat yang teratur dan maju tidak dapat berlangsung tanpa ada jaminan akan kebenaran atas beberapa bukti surat dan atas alat tukar lainnya. Karenanya perbuatan pemalsuan dapat merupakan ancaman bagi kelangsungan hidup dari masyarakat tersebut. Perbuatan pemalsuan ternyata merupakan suatu jenis pelanggaran terhadap 2 (dua) norma dasar :
  1. kebenaran atau kepercayaan yang pelanggarannya dapat tergolong dalam kelompok kejahatan penipuan;
  2. Ketertiban masyarakat yang pelanggarannya tergolong dalam kelompok kejahatan terhadap Negara atau ketertiban umum.
Perbuatan pemalsuan sesungguhnya baru dikenal di dalam suatu masyarakat yang sudah maju, dimana surat, uang logam, merek atau tanda tertentu yang dipergunakan untuk mempermudah lalu lintas hubungan di dalam masyarakat.

Perbuatan pemalsuan dapat digolongkan pertama-tama dalam kelompok kejahatan penipuan, sehingga tidak semua perbuatan adalah pemalsuan. Perbuatan pemalsuan tergolong kelompok kejahatan penipuan apabila seseorang memberikan gambaran tentang sesuatu keadaan atas barang ( misalnya surat ) seakan-akan asli atau benar, sedangkan sesungguhnya keaslian atau kebenaran tersebut tidak dimilikinya. Oleh karena itu, dengan gambaran ini orang lain terpedaya dan mempercayai bahwa keadaan yang digambarkan atas barang atau surat tersebut adalah benar atau asli.

Peningkatan penggunaan sebagai barang, tanda, tulusan, atau surat yang jaminan keasliannya atau kebenarannya dibutuhkan oleh masyarakat, mengakibatkan timbulnya perbuatan pemalsuan. Peningkatan permintaan akan barang-barang kebutuhan hidup akan menambah kemungkinan atau kesempatan terjadinya perbuatan pemalsuan tidak hanya atas barangnya sendiri, tetapi juga terhadap merek, tanda juga terhadap mereka, tanda dan suratnya yang dibuktikan untuk memberikan jaminan akan kebenaran, keaslian atas asal barang tersebut.

Tindak pidana pemalsuan surat itu sendiri dapat digolongkan dalam spesifiknya yang lebih khusus yaitu:
  1. Tindak pidana pemalsuan surat dalam bentuk pokok
  2. Tindak Pidana pemalsuan surat khusus
  3. Tindak Pidana pemalsuan surat otentik dengan isi keterangan palsu
  4. Tindak Pidana pemalsuan keterangan dokter
  5. Tindak Pidana pemalsuan surat keterangan kelakuan baik
  6. Tindak Pidana pemalsuan keterangan jalan dan ijin masuk bagi orang asing
  7. Tindak Pidana pemalsuan pengantar kerbau dan sapi
  8. Tindak Pidana pemalsuan keterangan tentang hak milik
  9. Penyimpanan bahan atau barang untuk dipergunakan dalam pemalsuan surat khusus.
Membuat surat palsu adalah membuat sebuah surat yang seluruh atau sebagian isinya palsu. Palsu artinya tidak benar atau bertentangan dengan yang sebenarnya.

Membuat surat palsu ini dapat berupa :
  1. Membuat sebuah surat yang sebagian atau seluruh isi surat tidak sesuai atau bertentangan dengan kebenaran (intellectual valschheid)
  2. Membuat surat seolah-olah surat itu berasal dari orang lain selain sipembuat surat. Membuat surat palsu yang demikian ini disebut dengan pemalsuan materiil (materiele valschheid). Palsunya surat atau tidak benarnya surat terletak pada asalnya atau si pembuat surat.3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pokok-pokok bahasan tersebut di atas, maka penulis merumuskan permasalahannya sebagai berikut:
  1. Seperti Apa Tindak Pidana Pemalsuan Surat Menurut Hukum Positif?
  2. Bagaimana Supremasi Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Tindak Pidana Pemalsuan Surat Menurut Hukum Positif

1. Definisi Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pemalsuan Surat
Ada berbagai istilah untuk tindak pidana (mencakup kejahatan dan pelanggaran), antara lain delict (delik), perbuatan pidana, peristiwa pidana, perbuatan yang boleh dihukum, pelanggaran pidana Criminal act, dan sebagainya. Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana. DImana Tindak pidana dapat diartikan sebagai Perbuatan yang melanggar larangan yang diatur oleh aturan hukum yang diancam dengan sanksi pidana.

Tindak pidana adalah istilah yang dikenal dari hukum pidana belanda, yaitu “stafbaar feit”. Simons menerangkan bahwa stafbaar feit adalah suatu perbuatan manusia dangan sengaja atau lalai, di mana perbuatan tersebut diancam dengan hukuman oleh Undang-Undang, dan dilakukan oleh manusia yang dapat dipertaggung jawabkan. Sedangkan Van Hamel merumuskan stafbaar feit adalah kelakuan orang (menselijke gedraging), yang dirumuskan dalam waktu yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana (stafwaardig) dan dilakukan dengan kesalahan.

Di dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, pemalsuan menurut bahasa berarti proses, perbuatan atau cara memalsukan. Sedangkan surat menurut bahasa selembaran kertas yang berisi huruf, angka atau tulisan. Kejahatan mengenai pemalsuan atau disingkat dengan istilah kejahatan pemalsuan adalah berupa kejahatan yang di dalamnya mengandung unsur keadaan ketidak benaran atau palsu atas suatu (objek), yang sesuatu tampak dari luar seolah-olah banar adanya, padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya. Perbuatan-perbuatan itu dapat berupa penghapusan kalimat, kata, angka, tanda tangan, dapat berupa penambahan dengan satu kalimat, kata atau angka, dapat berupa penggantian kalimat, kata, angka, tanggal atau tanda tangan.

Dengan demikian diambil garis besarnya bahwa yang dimaksud dengan kejahatan atau tindak pidana pemalsuan surat adalah suatu perbuatan kejahatan perbuatan ini dilakuakan, sudah ada sebuah surat di sebut surat asli. Kemudian pada surat yang asli ini, terhadap isinya (termasuk tanda tangan dan cap stempel kepolisian ) dilakukan pemalsuan surat. Yang tersebut tampak dari luar seolah- olah benar adanya padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya.

2. Dasar Hukum Larangan Tindak Pidana Pemalsuan Surat
Sumber utama hukum pidana adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang terdiri dari tiga buku yang secara umum sistematikanya adalah sebagai berikut
  • Buku I : Mengatur peraturan-peraturan umum (algemeene bepalingen)
  • Buku II : Mengatur tentang kejahatan (misdrivent)
  • Buku III : Mengatur tentang pelanggaran (overtredingen)12
Secara umum kejahatan mengenai pemalsuan dapat kita temukan dalam buku II KUHP yang dapat dikelompokkan menjadi empat golongan, yaitu :
  1. Kejahatan sumpah palsu (Bab IX KUHP)
  2. Kejahatan Pemalsuan uang (Bab X KUHP)
  3. Kejahatan Pemalsuan materai dan merek (Bab XI KUHP)
  4. Kejahatan Pemalsuan surat (Bab XII KUHP)13
Masalah tindak pidana pemalsuan surat termasuk ke dalam kejahatan pemalsuan surat yang diatur dalam bab XII buku ke-2 KUHP, yaitu dari pasal 263 sampai dengan 276, yang dapat dibedakan menjadi tujuh macam kejahatan pemalsuan surat, yakni :
  1. Pemalsuan surat pada umumnya bentuk pokok pemalsuan surat, (KUHP pasal 263)
  2. Pemalsuan surat yang diperberat, (KUHP pasal 264)
  3. Menyuruh memasukkan keterangan palsu kedalam akta otentik (KUHP pasal 266)
  4. Pemalsuan surat keterangan dokter (KUHP pasal 267-268)
  5. Pemalsuan surat-surat tertentu (KUHP pasal 269,270 dan 271)
  6. Pemalsuan keterangan pejabat tantang hak milik (KUHP pasal 275)
  7. Penyimpan bahan atau benda untuk pemalsuan surat (KUHP pasal 275)14 Kejahatan pemalsuan surat pada umumnya adalah berupa pemalsuan surat dalam bentuk pokok (bentuk standar)yang dimuat dalam pasal 263 ayat (1) dan KUHP, yang rumusannya adalah sebagai berikut :

    Ayat (1)
    Barang siapa yang membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasanhutang, atau yang diperuntukan sebagai bukti dari pada suatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surrat tarsebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, di pidana jika psmakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat dengan pidana penjara paling lama 6 (enam tahun)

    Ayat (2)
    Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah asli, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan beragam.
Yang dimaksud surat di sini adalah segala surat yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis memakai mesin ketik, dan sebagainya. Membuat surat palsu yaitu membuat surat yang isinya tidak benar atau bukan semestinya, sehingga menunjukkan asal surat yang tidak benar. Sedangkan penggunaannya harus dapat mendatangkan kerugian. Maksudnya tidak perlu kerugian itu betul- betul sudah ada, baru kemungkinan saja adanya kerugian itu sudah cukup yang dimaksud dengan kerugian di sini tidak saja hanya meliputi kerugian materiil, akan tetapi juga dilapangan kemasyarakatan, kesusilaan, kehorrmatan dan sebagainya.

Adapun pengertian surat sebagaimana di ungkapkan Adami Chazawi. dalam bukunya yang berjudul kejahatan mengenai pemalsuan adalah : “suatu lembaran kertas yang di atasnya terdapat tulisan yang terdiri dari kalimat dan huruf termasuk angka yang mengandung berisi buah pikiran atau makna tertentu, yang dapat berupa tulisan dengan tangan, dengan mesin ketik, printer komputer, dengan mesin cetakan dan dengan alat dan cara apapun”.

Membuat surat palsu (valsheid in geserift) adalah membuat sebuah surat yang seluruh atau sebagian isinya palsu, palsu artinya tidak benar atau bertentangan dengan yang sebenarnya.
`Di samping isinya dan aslinya surat yang tidak benar dari memuat surat palsu, dapat juga tanda tangannya yang tidak benar. Tanda tangan yang dimaksud di sini adalah termasuk juga tanda tangan dengan menggunakan cap atau stempel tanda tangan.

Adapun yang dimaksud perbuatan memalsu (vervalsen) surat adalah berupa perbuatan mengubah dengan cara bagaimanapun orang-orang yang tidak berhak atas sebuah surat yang berakibat sebagian atau seluruh isinya menjadi lain atau berbeda dengan isi semua.

Perbedaan prinsip antara membuat surat palsu dengan memalsu surat adalah dalam membuat surat palsu sebelum perbuatan dilakukan, belum ada surat yang dicontoh, kemudian surat yang dibuat itu sebagian atau seluruhnya bertentangan dengan kebenaran. Seluruh tulisan dalam surat itu dihasilkan oleh sipelaku sendiri. Sedangkan memalsu surat adalah membuat surat yang mencontohkan surat asli yang telah ada sebelumnya.

Tidak semua surat dapat menjadi obyek pemalsuan surat, melainkan terdapat pada empat macam surat yakni :
  1. Surat yang menimbulkan suatu hak
  2. Surat yang menimbulkan suatu perikatan
  3. Surat yang menimbulkan pembebasan hutang
  4. Surat yang diperuntukan bukti mengenai suatu hal
Walaupun pada umumnya sebuah surat tidak melahirkan secara langsung adanya suatu hak, melainkan hak itu timbul dari adanya perikatan hukum (perjanjian) yang tertuang dalam surat itu, tetapi dalam surat-surat itu yang disebut surat pormil yang langsung melahirkan suatu hak tertentu misalnya STNK, SIM, Ijazah, Cek, wesel, dan lain sebagainya.

Surat yang berisi suatu perikatan pada dasarnya adalah berupa surat yang karena perjanjian itu melahirkan hak. Contohnya seperti pemalsuan pada surat tanda nomor kendaraan bermotor, dimana si pemilik kendaraan wajib membayar pajak ditiap tahunnya untuk memperpanjang ke aktifan nomor kendaraan. Ini merupakan, melahirkannya suatu perikatan, antara pemilik kendaraan dan Negara.

Mengenai unsur “surat yang diperuntukan sebagai bukti akan adanya suatu hal”, di dalamnya ada dua hal yang perlu dibicarakan yakni, mengenai diperuntukan sebagai bukti, dan tentang suatu hal adalah berupa kejadian atau peristiwa tertentu baik yang karena diadakan (misalnya perkawinan) maupun karena peristiwa alam (misalnya kelahiran dan kematian). Peristiwa tersebut mempunyai suatu akibat hukum. Sedangkan yang dimaksud dengan bukti adalah karena sifatnya, surat itu mempunyai kekuatan pembuktian (bewijskracht).

Unsur kesalahan dalam pemalsuan surat pada pasal 263 ayat (1) KUHP yakni “dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat palsu atau surat palsu ini seolah-olah isinya benar dan tidak palsu”. Maksud yang demikian sudah harus ada sebelum atau setidak-tidaknya pada saat akan memulai perbuatan itu.

Pada unsur atau kalimat “seolah-olah isinya benar dan tidak palsu” mengandung makna bahwa adanya orang-orang yang terpadaya dengan digunakan surat-surat tersebut, dan surat itu berupa alat yang digunakan untuk memperdaya orang menganggap surat itu asli dan tidak palsu, bisa orang-orang pada umumnya dan bisa juga orang tertentu.

Dalam unsur “jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat” mengandung pengertian bahwa : pemakaian surat belum dilakukan hal ini terlihat dari adanya perkataan “jika” dan karena penggunaan pemakaian surat belum dilakukan, maka dengan sendirinya kerugian itu belum ada, hal ini dapat terlihat dari adanya perkataan “dapat”.

Tidak ada ukuran-ukuran tertentu untuk menentukan akan adanya kemungkinan kerugian jika surat palsu atau surat dipalsu itu dipakai, hanya berdasarkan pada akibat-akibat yang dapat dipikirkan oleh orang-orang pada umumnya yang biasanya terjadi dari adanya penggunaan surat semacam itu. Kerugian yang dimaksud tidak saja kerugian yang bernilai atau dapat dinilai dengan uang atau kerugian dibidang kekayaan, akan tetapi dapat juga berupa kerugian-kerugian lainnya seprti dipersukarnya pengawasan, menutup-nutupi penggelapan yang terjadi dan lain sebagainya.

Pada ayat (2) terdapat pula unsur pemakaian surat palsu atau surat dipalsu itu dapat menimbulkan kerugian, walaupun perihal unsur ini baik pada ayat (1) kemungkinan akan timbul kerugian itu adalah akibat dari pemakaian surat palsu atau surat dipalsu, akan tetapi pemakaian surat itu belum dilakuakn, karena yang baru dilakukan adalah membuat surat palsu dan memalsu surat saja. Sedangkan pada ayat (2) pemakian surat itu sendiri sudah dilakukan, akan terapi kerugian itu tidak perlu nyata-nyata timbul.
 
Pada ayat (1) kehendak ditunjukkan pada perbuatan memakai, tetapi perbuatan memakainya bukan merupakan perbuatan yang dilarang, sedangkan ayat (2) perbuatan yang dilarang adalah memakai unsur “perbuatan” pada ayat (2) dirumuskan dalam bentuk abstrak yang dalam kejadian senyatanya memerlukan wujud tertentu, misalnya menyerahkan, menunjukan, mengirimkan, menjual, menukar, menawarkan dan lain sebagainya, yang wujud-wujud itu sudah harus terjadi untuk dapat dipidananya melakukan kejahatan.

Maksud dari unsur kesalahan pada ayat (1) yakni “dengan sengaja “. Mengandung arti bahwa, pelaku menghendaki melakukan perbuatan memakai, ia sadar atau insyaf bahwa surat yang ia gunakan adalah surat palsu atau surat dipalsu, atau mengetahui bahwa penggunaan surat itu adalah seolah-olah pemakaian surat asli dan tidak palsu, dan ia sadar atau mengetahui bahwa penggunaan surat itu dapat menimbulkan kerugian. Unsur kesengajaan yang demikian itu harus dibuktikan.

Selain ayat 263 di atas di dalam KUHP juga terdapat aturan mengenai pemalsuan surat yang diperberat yakni yang dirumuskan dalam pasal 264 ayat (1) dan (2) serta dalam pasal 266 ayat (1) dan (2) sebagai berikut :

Pasal 264 ayat (1) dan (2)
Ayat (1)
Pemalsuan surat dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun, jika dilakuakn terhadap :
  1. Akta-akta otentik
  2. Surat hutang atau sertifikat hutang dari suatu Negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum
  3. Surat sero atau surat hutang atau sertifikatsero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan dan maskapai
  4. Talon, tanda bukti deviden atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti eurat-surat itu
  5. Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukan untuk diedarkan.
Ayat (2)
Dipidana dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak asli atau dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemakian surat itu dapat menimbulkan keriugian.

Pasal 266 ayat (1) dan (2)
Ayat (1)
Barang siapa menyuruh memasukan keterangan palsu kedalam suatu akta ontentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Ayat (2)
Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai akta tersebut seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, jika karena pemakian tersebut dapat menimbulkan kerugian
 
Pasal 267 ayat (1), (2 dan (3))
Ayat (1)
Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun

Ayat (2)
Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang ke dalam rumah sakit jiwa atau untuk menahannya di situ, dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan tahun enam tahun

Ayat (3)
Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran.
Pasal 268 ayat (1) dan (2)

Ayat (1)
Barang siapa membuat secara palsu atau memalsu surat keterangan dokter tentang ada atau tidak adanya penyakit, kelemahan atau cacat, dengan maksud untuk menyesatkan penguasa umum atau penanggung, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Ayat (2)
Diancam dengan dipidana yang sama, barang siapa maksud yang sama memakai surat keterangan yang tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah surat itu benar dan tidak dipalsu
Psal 269 ayat (1) dan (2)

Ayat (1)
Barang siapa membuat surat palsu atau memalsu surat keterangan tanda kelakuan baik, kecakapan, kemiskinan, kecacatan, atau keadaan lain, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat itu supaya diterima dalam pekerjaan atau supaya menimbulkan kemurahan hati dan pertolongan, diancam dengan pidana penjara paling satu tahun empat bulan.

Ayat (2)
Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat keterangan yang palsu atau yang dipalsukan tersebut dalam ayat pertama, seolah-olah surat itu sejati dan tidak dipalsukan.
Pasal 270 ayat (1) dan (2)

Ayat (1)
Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan pas jalan atau surat penggantinya, kartu keamanan, surat perintah jalan atau surat yang diberikan menurut ketentuan undang-undang tentang pemberian izin kepada orang asing untuk masuk dan menetap di Indonesia, ataupun barangsiapa menyuruh beri surat serupa itu atas nama palsu atau nama kecil yang palsu atau dengan menunjuk pada keadaan palsu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan
Ayat (2)

Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat yang tidak benar atau yang dipalsu tersebut dalam ayat pertama, seolah-olah benar dan tidak palsu atau seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran

Pasal 271 ayat (1) dan (2)
Ayat (1)
Barangsiapa membuat palsu atau memalsukan surat pengantar bagi kerbau atau sapi, atau menyuruh beri surat serupa itu atas nama palsu atau dengan menunjuk pada keadaan palsu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan

Ayat (2)
Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai surat yang palsu atau yang dipalsukan tersebut dalam ayat (1), seolah-olah isisnya sesuai dengan kebenaran
Pasal 275 ayat (1) dan (2)

Ayat (1)
Barangsiapa menyimpan bahan atau benda yang diketahuinya bahwa diperuntukkan untuk melakukan salah satu kejahatan berdasarkan pasal 264 No. 2-5, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Ayat (2)
Bahan-bahan dan benda-benda itu dirampas.

Akta ontentik yaitu surat yang dibuat menurut bentuk dan syarat- ayarat yang ditetapkan oleh Undang-Undang, oleh pegawai umum. Dalam hal ini dapat dicontohkan Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK), Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) dan lain sebagainya.

Yang menyebabkan diperberatnya pemalsuan surat pada pasal 264 tersebut terletak pada faktor macam surat. Surat-surat tertentu yang menjadi obyek kejahatan adalah surat-surat yang mengandung kepercayaan yang lebih bessar akan kebenaran isinya. Pada surat-surat itu mempunyai derajat kebenaran yang lebih tinggi dari pada surat-surat biasa atau surat lainnya.

Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa, rumusan pasal 264 ayat (2) adalah sama dengan rumusan pasal 263 ayat (2) perbedaannya hanya pada jenis surat yang dipakai. Dalam pasal 263 ayat (2) adalah surat pada umumnya, sedangkan pasal 264 ayat (2) adalah surat-surat tertentu yang mempunyai derajat kebenaran yang lebih tinggi dan kepercayaan yang lebih besar dari pada surat pada umumnya. Dan berdasarkan pasal-pasal tersebut menunjukan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana merupakan dasar hukum larangan pemalsuan surat yang merupakan hukum Lex Generalis.

Atas dasar tersebut, maka hukum dibuat dan diberlakukan sebagai perlindungan kepada setiap orang agar dapat memberikan rasa aman dari semua perbuatan yang dapat mengganggu dan mengancamnya. Adanya sanksi dalam hukum, diharapkan dapat memberikan perlindungan kepada setiap manusia dari berbagai gangguan tersebut. Tindak pidana pemalsuan surat merupakan salah satu perbuatan yang dirasa mengganggu dan merugikan, sehingga ketentuan sanksinya harus benar-benar ditegakkan.

3. Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Surat
Hukum dibuat dan diberlakukan sebagai perlindungan kepada setiap orang agar dapat memberikan rasa aman dari semua perbuatan yang dapat mengganggu dan mengancamnya. Adanya sanksi dalam hukum, diharapkan dapat memberikan perlindungan kepada setiap manusia dari berbagai gangguan tersebut. Tindak pidana pemalsuan surat merupakan salah satu perbuatan yang dirasa mengganggu dan merugikan, sehingga ketentuan dan sanksinya harus benar-benar ditegakkan.

Begitu pula di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana akan ditemukan ketentuan sanksi pidana bagi siapa saja yang membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pelunasan hutang atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari pada suatu hal, atau melakukan pemalsuaan terhadap akta-akta otentik. Hal ini terdapat dalam KUHP pasal 263 ayat (1) dan (2), 264 ayat (1) dan (2) dan 266 ayat (1) dan (2) yang rumusannya isinya sudah saya tulis terdapat di halaman 22 s/d 24.

Pasal 274
Ayat (1)
Barangsiapa membuat palsu atau memalsukan surat keterangan seorang pejabat selaku penguasa yang sah, tantang hak milik atau hak lainnya atas sesuatu barang, dengan maksud untuk memudahkan penjualan atau penggadaiannya atau untuk menyesatkan pegawai negeri kehakiman atau kepolisian tentang aslinya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun.

Ayat (2)
Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan malsud tersebut, memakai surat keterangan itu seolah-olah sejati dan tidak dipalsukan

Berdasarkan adanya beberapa ketentuan hukum serta sanksi yang telah diatur dan ditetapkan dalam hukum positif. Hal ini terdapat di dalam Kitab Undang-undang hukum pidana (KUHP) yakni pasal 263, 264, 266, dan 274 tentang pemalsuan surat, surat palsu atau memalsukan surat itu termasuk kedalam suatu kejahatan atau tindak pidana yakni kejahatan mengenai pemalsuan, sehingga terdapat pelakunya dapat diberikan sanksi sesuai dengan ketentuan hukum yang telah ditetapkan.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Bahwa dengan ini penulis dapat menyimpulkan, bahwa Surat yang dipalsukan itu harus surat yang:
  1. dapat menimbulkan sesuatu hak, misalnya ijazah, karcis tanda masuk, surat andil, dan lain-lain;
  2. dapat menerbitkan suatu perjanjian, misalnya surat perjanjian piutang, perjanjian jual beli, perjanjian sewa, dan sebagainya;
  3. dapat menerbitkan suatu pembebasan hutang seperti kuitansi atau surat semacam itu; atau
  4. surat yang digunakan sebagai keterangan bagi suatu perbuatan atau peristiwa, misalnya surat tanda kelahiran, buku tabungan pos, buku kas, buku harian kapal, surat angkutan, obligasi, dan lain-lain.
Adapun bentuk-bentuk pemalsuan surat itu dapat dilakukan dengan cara:
  1. Membuat surat palsu: membuat isinya bukan semestinya (tidak benar).
  2. Memalsu surat: mengubah surat sedemikian rupa sehingga isinya menjadi lain dari isi yang asli. Caranya bermacam-macam, tidak senantiasa surat itu diganti dengan yang lain, dapat pula dengan cara mengurangkan, menambah atau mengubah sesuatu dari surat itu.
  3. Memalsu tanda tangan juga termasuk pengertian memalsu surat.
  4. Penempelan foto orang lain dari pemegang yang berhak. Misalnya foto dalam ijazah sekolah.
Adapun Unsur-unsur tindak pidana pemalsuan surat selain yang penulis sebut di atas meliputi:
  1. Pada waktu memalsukan surat itu harus dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu seolah-olah asli dan tidak dipalsukan.
  2. Penggunaannya harus dapat mendatangkan kerugian. Kata “dapat” maksudnya tidak perlu kerugian itu betul-betul ada, baru kemungkinan saja akan adanya kerugian itu sudah cukup.
  3. Tidak hanya untuk yang memalsukan, tetapi yang dihukum juga yang sengaja menggunakan surat palsu. Sengaja maksudnya bahwa orang yang menggunakan itu harus mengetahui benar-benar bahwa surat yang ia gunakan itu palsu. Jika ia tidak tahu akan hal itu, ia tidak dihukum.
  4. Sudah dianggap “mempergunakan” misalnya menyerahkan surat itu kepada orang lain yang harus mempergunakan lebih lanjut atau menyerahkan surat itu di tempat di mana surat tersebut harus dibutuhkan.
  5. Dalam hal menggunakan surat palsu harus pula dibuktikan bahwa orang itu bertindak seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, demikian pula perbuatan itu harus dapat mendatangkan kerugian.
BAFTAR PUSTAKA
  • Hamzah Andi, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Reineka Cipta, 2001). Hamzah Andi, S.H., KUHP dan KUHAP, (Jakarta, PT Rineka Cipta, 2004).
  • Hanafi Ahmad, Pengantar dan sejarah Hukum Islam, (Jakarta, PT Bulan Bintang, 1995), Cet. 7.
  • Kansil, Pokok-pokok Hukum Pidana, (Jakarta, PT. Pradnya Paramita, 2004), Cet. 1 Kertanegara Satochid, Hukum Pidana Kumpulan Kuliah dan Pendapat Para Ahli
  • Hukum Terkemuka Bagian 1, (t.t, Balai Lektur Mahasisw, t.th.).
  • Web/Blog https://seniorkampus.blogspot.com Tindak Pidana Pemalsuan

Acuan Makalah Mahasiswa Hukum
Andi Akbar Muzfa, SH




Previous
Next Post »