BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Profesi hukum merupakan profesi yang keberadaannya berhubungan langsung dengan kehidupan masyarakat umum. Pengemban profesi hukum haruslah orang yang dapat dipercaya secara penuh, bahwa professional hukum tidak akan menyalahgunakan situasi yang ada. Pengemban hukum haruslah dilakukan secara martabat, dan hatus mengerahkan segala kemampuan pengetahuan dan keahlian yang ada padanya, sebab tugas profesi hukum adalah tugas kemasyarakatan yang langsung berhubungan dengan nilai-nilai dasar yang merupakan perwujudan martabat manusia, dan oleh karena itu pulalah pelayanan hukum memerlukan pengawasan dari masyarakat.
Bahwa etika profesi sebagai sikap hidup, yang mana berupa kesediaan untuk memberikan pelayanan professional di bidang hukum terhadap masyarakat dengan keterlibatan penuh dan keahlian sebagai pelayan masyarakat yang membutuhkan pelayanan hukum dengan disertai refleksi yang seksama. Disini menunjukan betapa eratnya hubungan antara etika dengan profesi hukum, sebab dengan etika inilah para professional hukum dapat melaksanakan tugas (pengabdian) profesinya dengan baik untuk menciptakan penghormatan terhadap martabat manusia yang pad akhirnya akan melahirkan keadilan ditengah masyarakat.
Ajaran moral/etika dan hukum pada dasarnya tidak mungkin terpisahkan, karena hukum tanpa moral/etika akan mengakibatkan subyek-subyek hukum kehilangan karakter humanisnya.
Demi terjaminnya keseimbangan dan keserasian antara kewibawaan pemerintah di satu pihak dan di pihak lainnya kepentingan masyarakat dalam tata susunan negara hukum, maka mutlak diperlukan kejaksaan yang mampui berperan, baik sebagai bagian eksekutif maupun sebagai unsur yudikatif. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa senantiasa bertindak berdasarkan hukum dengan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, kesusilaan, serta wajib menggali dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat, serta senantiasa menjaga kehormatan dan martabat profesinya.
Profesi jaksa adalah sebuah profesi yang sangat penting dalam penegakan hukum peradilan, dalam mentapkan posisi dan peranan kejaksaan, disamping adanya peraturan perundang-undangan yang mendasari dirii dari wewenangnya, dirasakan pula perlunya memiliki suatu doktrin demi mendorong serta menjamin terlaksananya secara mantap darma baktinya kejaksaan yang akan menjiwai sikap dan perialku warganya dalam meraih cita-cita luhurnya.
B. Rumusan Masalah
- Apakah dalam kasus diatas jaksa telah melanggar kode etik profesi jaksa maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku?
- Sanksi apa yang pantas diberikan kepada Jaksa tersebut dan Bagaimana cara pencegahannya agar tidak terjadi lagi penyalahgunaan profesi hukum?
PEMBAHASAN
A. Tinjauan pustaka
• Pengertian Kode Etik Jaksa
Sebagai pelengkapan dari pembinaan dan etika profesi sebagai jaksa berdasarkan Keputusan Jaksa Agung Nomor: Kep/074/j.a.7/1978 tanggal 17 Juli 1978 disahkan Panji Adhyaksa. Panji ini merupakan perangkat kejaksaan, lambang kebanggaan korps, lambang cita-cita kejaksaan dan pengikat jiwa korps kejaksaan. Pada panji tersebut terdapat lambang korps kejaksaan.
Kode etik jaksa serupa dengan kode etik profesi yang lain. Mengandung nilai-nilai luhur dan ideal sebagai pedoman berperilaku dalam satu profesi. Yang apabila nantinya dapat dijalankan sesuai dengan tujuan akan melahirkan jaksa-jaksa yang memang mempunyai kualitas moral yang baik dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga kehidupan peradilan di Negara kita akan mengarah pada keberhasilan.
Sebagai komponen kekuasaan eksekutif di bidang penegak hukum, adalah tepat jika setelah kurun waktu tersebut, kejaksaan kembali merenungkan keberadaan institusinya, sehingga dari perenungan ini, diharapkan dapat muncul kejaksaan yang berparadigma baru yang tercermin dalam sikap, pikiran dan perasaan, sehingga kejaksaan tetap mengenal jati dirinya dalam memenuhi panggilan tugasnya sebagai wakil negara sekaligus wali masyarakat dalam bidang penegakan hukum.
Dalam rangka mewujudkan jaksa yang memiliki integritas kepribadian serta disiplin tinggi guna melaksanakan tugas penegakan hukum dalam rangka mewujudkan keadilan dan kebenaran, maka dikeluarkanlah kode prilaku jaksa sebagaimana tertuang dalam PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER–014/A/JA/11/2012 TENTANG KODE PERILAKU JAKSA Dalam kode perilaku jaksa antara lain disebut:
Kewajiban jaksa kepada Negara pasal 3 dan 4:
- setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- bertindak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan yang hidup dalam masyarakat dan menjunjung tinggi hak asasi manusia; dan
- melaporkan dengan segera kepada pimpinannya apabila mengetahui hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara.
- menerapkan Doktrin Tri Krama Adhyaksa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya;
- menjunjung tinggi sumpah dan/atau janji jabatan Jaksa;
- menjalankan tugas sesuai dengan visi dan misi Kejaksaan Republik Indonesia;
- melaksanakan tugas sesuai peraturan kedinasan dan jenjang kewenangan;
- menampilkan sikap kepemimpinan melalui ketauladanan, keadilan, ketulusan dan kewibawaan; dan
- mengembangkan semangat kebersamaan dan soliditas serta saling memotivasi untuk meningkatkan kinerja dengan menghormati hak dan kewajibannya.
- menjunjung tinggi kehormatan dan martabat profesi dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya dengan integritas, profesional, mandiri, jujur dan adil;
- mengundurkan diri dari penanganan perkara apabila mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga;
- mengikuti pendidikan dan pelatihan sesuai dengan peraturan kedinasan;
- meningkatkan ilmu pengetahuan, keahlian, dan teknologi, serta mengikuti perkembangan hukum yang relevan dalam lingkup nasional dan internasional;
- menjaga ketidakberpihakan dan objektifitas saat memberikan petunjuk kepada Penyidik;
- menyimpan dan memegang rahasia profesi, terutama terhadap tersangka/terdakwa yang masih anak-anak dan korban tindak pidana kesusilaan kecuali penyampaian informasi kepada media, tersangka/keluarga, korban/keluarga, dan penasihat hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
- memastikan terdakwa, saksi dan korban mendapatkan informasi dan jaminan atas haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan hak asasi manusia; dan h. memberikan bantuan hukum, pertimbangan hukum, pelayanan hukum, penegakan hukum atau tindakan hukum lain secara profesional, adil, efektif, efisien, konsisten, transparan dan menghindari terjadinya benturan kepentingan dengan tugas bidang lain. untuk meningkatkan kinerja dengan menghormati hak dan kewajibannya.
Dalam melaksanakan tugas Profesi Jaksa dilarang:
- memberikan atau menjanjikan sesuatu yang dapat memberika keuntungan pribadi secara langsung maupun tidak langsung bagi diri sendiri maupun orang lain dengan menggunakan nama atau cara apapun;
- meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan dalam bentuk apapun dari siapapun yang memiliki kepentingan baik langsung maupun tidak langsung;
- menangani perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, atau finansial secara langsung maupun tidak langsung;
- melakukan permufakatan secara melawan hukum dengan para pihak yang terkait dalam penanganan perkara;
- memberikan perintah yang bertentangan dengan norma hukum yang berlaku;
- merekayasa fakta-fakta hukum dalam penanganan perkara;
- menggunakan kewenangannya untuk melakukan penekanan secara fisik dan/atau psikis; dan
- menggunakan barang bukti dan alat bukti yang patut diduga telah direkayasa atau diubah atau dipercaya telah didapatkan melalui cara-cara yang melanggar hukum;
• Sanksi
Jaksa yang melanggar akan diberikan sanksi yang sesuai dengan pasal 12, 13, 14 yaitu:
Pasal 12
- Jaksa wajib menghormati dan mematuhi Kode Perilaku Jaksa.
- Setiap pimpinan unit kerja wajib berupaya untuk memastikan agar Jaksa di dalam lingkungannya mematuhi Kode Perilaku Jaksa.
- Jaksa yang terbukti melakukan pelanggaran dijatuhkan tindakan administratif.
- Tindakan adminstratif tidak mengesampingkan ketentuan pidana dan hukuman disiplin berdasarkan peraturan disiplin pegawai negeri sipil apabila atas perbuatan tersebut terdapat ketentuan yang dilanggar.
- Tindakan administratif terdiri dari:
- pembebasan dari tugas-tugas Jaksa, paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama (1) satu tahun; dan/atau
- pengalihtugasan pada satuan kerja yang lain, paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 2 (dua) tahun.
- Apabila selama menjalani tindakan administratif diterbitkan Surat Keterangan Kepegawaian (Clearance Kepegawaian) maka dicantumkan tindakan administratif tersebut.
- Setelah selesai menjalani tindakan administratif, Jaksa yang bersangkutan dapat dialihtugaskan kembali ketempat semula atau kesatuan kerja lain yang setingkat dengan satuan kerja sebelum dialihtugaskan.
Keputusan pembebasan dari tugas-tugas Jaksa dan Keputusan pengalihtugasan pada satuan kerja lain terhadap Jaksa diterbitkan oleh pejabat yang berwenang melakukan tindakan administratif.
• Pengertian Lambang kejaksaan
Setiap lembaga pemerintahan pastilah memiliki lambang/logo yang merupakan gambaran dari visi maupun misi mereka. Kejaksaan memiliki sebuah logo yang bernama Satya Adhi Wicaksana. Logo/lambang dari kejaksaan itu sendiri terdiri dari beberapa unsur-unsur yang memiliki makna didalamnya, yaitu :
- Bintang bersudut tiga - Bintang adalah salah satu benda alam ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang tinggi letaknya dan memancarkan cahaya abadi. Sedangkan jumlah tiga buah merupakan pantulan dari Trapsila Adhyaksa sebagai landasan kejiwaan warga Adyaksa yang harus dihayati dan diamalkan.
- Pedang - Senjata pedang melambangkan kebenaran, senjata untuk membasmi kemungkaran/kebathilan dan kejahatan.
- Timbangan - Timbangan adalah lambang keadilan, keadilan yang diperoleh melalui keseimbangan antara suratan dan siratan rasa. Artinya setiap warga Kejaksaan harus berlaku adil dan memandang sama semua terdakwa di dalam kasus yang ia tangani, tidak sepantasnya jaksa memandang terdakwa didalam kasus yang sedang ditanganinya berdasarkan latar belakangnya. Baik orang kaya atau miskin, orang yang berasal dari golongan atas atau dari golongan bawah, semuanya memiliki kedudukann yang sama didepan hukum.
- Padi dan kapas - Padi dan kapas melambangkan kesejahteraan dan kemakmuran yang menjadi dambaan masyarakat
- Satya : seorang jaksa harus memiliki kesetiaan yang bersumber pada rasa jujur, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terhadap pribadi, keluarga maupun kepada sesama manusia. Hal ini diartikan juga jujur terhadap tugas , artinya bahwa setiap warga kejaksaan apapun pangkat dan jabatannya, wajib menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya dengan baik dan tidak berkhianat. Kesemua hal tersebut mencerminkan sikap berpegang teguh kepada kebenaran dan keadilan yang membuktikan dirinya jauh hal-hal yang dapat membuat ia gagal dalam melaksanakan tugas.
- Adhy : kesempurnaan dalam bertugas yang berunsur utama pemilikan rasa tanggung jawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa, keluarga dan sesama manusia. Hal ini berarti bahwa setiap warga kejaksaan dalam melakukan semua perbuatan, baik di dalam maupun di luar dinas, selalu dilandasi dengan alasan-alasan yang benar, sehingga perbuatannya dapat dipertanggungjawabkan.
- Wicaksana : seorang jaksa haruslah bijaksana dalam bertutur kata dan tingkah laku, khususnya dalam penerapan kekuasaan dan kewenangan. Hal ini berarti bahwa setiap warga kejaksaan dalam menunaikan tugas dharma bhaktinya, disamping harus cakap, mampu dan terampil harus pula membuktikan dirinya sebagai petugas yang matang dan dewasa dengan tanpa mengorbankan prinsip dan ketegasan, dapat bertinda bijaksana.
Penyalahgunaan profesi hukum dapat terjadi karena persaingan yang melanda individu profesional hukum atau karena tidak adanya disiplin diri. Dalam profesi hukum sering terjadi pertentangan antara 2 (dua) kepentingan yang bersebrangan, yaitu cita-cita etika yang tinggi di satu sisi, sedang praktek hukum berada pada posisi yang jauh dengan cita-cita tersebut.
Dalam kasus diatas jelas telah terjadi pelanggran kode etik profesi jaksa dimana jaksa farizal diduga menerima suap sebesar Rp 440 juta untuk tidak menahan Xaveriandy Sutanto. Selain itu ia juga tidak melakukan tugas dan kewajibannya sebagai jaksa dengan semestinya dimana ia Farizal tidak pernah sekalipun mengikuti sidang perkara di mana Sutanto menjadi terdakwa. Padahal, ia merupakan jaksa penuntut umum dalam kasus terkait distribusi gula yang diimpor tanpa Standar Nasional Indonesia (SNI) itu.
Farizal juga disebut tidak informatif kepada sesama anggota tim jaksa penuntut umum dalam kasus itu, sehingga mereka berjalan tanpa koordinasi dengan Farizal. Selain itu, Farizal juga membantu Sutanto dalam menyusun eksepsi atas surat dakwaan agar mendapatkan hukuman yang ringan. Perbuatan tersebut dianggap melampaui kewenangannya sebagai jaksa penuntut umum karena semestinya yang menyusun eksepsi adalah terdakwa bersama penasihat hukum. Perbuatan tersebut dinilai telah melanggar tugasnya sebagaimana telah diatur dalam :
- Pasal 10 ayat (2) Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
“Saya bersumpah/berjanji: - bahwa saya akan setia kepada dan mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia, serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melaksanakan peraturan perundang- undangan yang berlaku bagi negara Republik Indonesia.
- bahwa saya senantiasa menjunjung tinggi dan akan menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan, serta senantiasa menjalankan tugas dan wewenang dalam jabatan saya ini dengan sungguh- sungguh, saksama, obyektif, jujur, berani, profesional, adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya, serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Esa, masyarakat, bangsa, dan negara.\
- bahwa saya senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapa pun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang diamanatkan undang-undang kepada saya.
- bahwa saya dengan sungguh-sungguh, untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apa pun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada siapa pun juga.
- bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga suatu janji atau pemberian“.
Selain itu, perbuatan Faizal juga melanggar pasal 7 (B) PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER–014/A/JA/11/2012 TENTANG KODE PERILAKU JAKSA, dimana seorang jaksa tidak boleh menerima hadiah/keuntungan dalam bentuk apapun dari pihak yang berwenang maupun pihak yang tidak berwenang. Perbuatan Faizal sendiri bertentangan dengan makna timbangan yang terdapat didalam lambang Kejaksaan. Seorang jaksa seharusnya memandang sama semua terdakwa, baik itu pejabat ataupun orang biasa sekalipun karena semua orang memiliki kedudukan yang sama dimata hukum.
Faizal juga tidak mengamalkan Tri Karma Adhyaksa. Perbuatannya jelas-jelas bertentangan dengan satya. Artinya dalam menjalankan tugasnya Faizal tidak berpegang teguh kepada keadilan serta kebenaran, sehingga dirinya mudah terpengaruh oleh hal-hal yang dapat membuat ia gagal dalam menjalankan tugas.
Profesionalisme seorang jaksa sungguh sangat penting dan mendasar, sebab sebagaimana disebutkan di atas, bahwa antara lain di tangannyalah hukum menjadi hidup, dan karena kekuatan atau otoritas. Mungkin bagi orang yang berpikiran normatif, ungkapan ini agak berlebihan. Akan tetapi, secara sosiologis hal ini tidak dapat dimungkiri kebenarannya, bahkan beberapa pakar sosiologi hukum sering menyebutkan bahwa hukum itu tidak lain adalah perilaku pejabat-pejabat hukum.
Agar keahlian yang dimiliki seorang jaksa tidak menjadi tumpul, maka kemampuan yang sudah dimilikinya seyogianya harus selalu diasah, melalui proses pembelajaran ini hendaknya ditafsirkan secara luas, di mana seorang jaksa dapat belajar melalui pendidikan-pendidikan formal atau informal, maupun pada pengalaman-pengalaman sendiri. Karena hukum yang menjadi lahan pekerjaan jaksa merupakan sistem yang rasional, maka keahlian yang dimiliki olehnya melalui pembelajaran tersebut, harus bersifat rasional pula. Sikap ilmiah melakukan pekerjaan ditandai dengan kesediaan memperguanakan metodologi modern yang demikian, diharapkan dapat mengurangi sejauh mungkin sifat subjektif seorang jaksa terhadap perkara-perkara yang harus ditanganinya.
Dalam dunia kejaksaan di Indonesia terdapat lima norma kode etik profesi jaksa, yaitu:
- Bersedia untuk menerima kebenaran dari siapapun, menjaga diri, berani, bertanggung jawab dan dapat menjadi teladan di lingkungannya.
- Mengamalkan dan melaksanakan pancasila serta secara aktif dan kreaatif dalam pembangunan hukum untuk mewujudkan masyarakat adil.
- Bersikap adil dalam memberikan pelayanan kepada para pencari keadilan.
- Berbudi luhur serta berwatak mulia, setia, jujur, arif dan bijaksana dalam diri, berkata dan bertingkah laku.
- Mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara daripada kepentingan pribadi atau golongan.
Faizal telah terbukti melakukan tindak penyuapan, dan dapat dikenai sanksi administratif. Apabila kita melihat PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-014/A/JA/11/2012 pasal 13 ayat (1) yang berisi :
- pembebasan dari tugas-tugas Jaksa, paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama (1) satu tahun; dan/atau
- pengalihtugasan pada satuan kerja yang lain, paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 2 (dua) tahun.
D. Pencegahan Agar Tidak Terjadinya Penyalahgunaan Profesi Hukum
Dengan semakin maraknya kasus pelanggaran kode etik kejaksaan, Komisi Kejaksaan harus berani menindak tegas para jaksa yang terbukti melanggar Kode Etik Jaksa. Sebenarnya pencegahan pelanggaran Kode Etik Jaksa ini bisa dibagi menjadi dua, yaitu secara preventif dan represif.
Secara Preventif yaitu dengan cara memberikan pendidikan karakter kepada seluruh warga Kejaksaan mengenai pentingnya kode etik jaksa dalam menjalankan tugasnya, tidak hanya dibekali Technical Aspect (Pertanggung jawaban secara ilmiah) tetapi juga Ethical Aspect (Pertanggung jawaban lahirian), karena seorang Penegak Hukum haruslah mempunyai dua aspe penting tersebut. Hal itu perlu dilakukan agar semua warga kejaksaan tetap berpegang kepada kode etik jaksa ketika ia bertugas.
Kemudian secara represif yaitu Komisi Kejaksaan harus aktif dalam menindak Jaksa-Jaksa yang terbukti melanggar kode etik, berilah mereka hukuman yang setimpal dengan apa yang telah mereka perbuat. Dengan dua cara tersebut diharapkan bahwa kedepannya Warga Kejaksaan tidak lagi melakukan pelanggaran kode etik
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kasus di atas merupakan salah satu contoh perilaku profesi hukum atau dalam hal ini yang kelompok kami bahas adalah jaksa, sebagai mana yang telah dibacakan tadi dalam kasus tersebut jaksa telah menggunakan kekuatan nya untuk melakukan tindakan yang tidak terpuji. Jaksa tersebut menggunakan kewenangan nya untuk menguntungkan diri nya sendiri dan orang lain, yang mana telah melanggar kode etik jaksa. Padahal jelas-jelas dalam kode etik jaksa pasal 10 ayat 2, dimana jaksa telah bersumpah untuk setia kepada Negara dengan cara menjunjung tinggi dan menegakkan hukum yang ada di Indonesia. Itu sangat disayangkan ketika ada jaksa yang melanggar kode etik yang seharusnya dia tahu sebagai orang hukum bahwa hukum dibuat untuk dipatuhi bukan untuk dilanggar.
Faizal telah terbukti melakukan tindak penyuapan, dan dapat dikenai sanksi administratif, Dan sanksi administratif yang tepat untuk dijatuhkan kepada Faizal adalah pembebasan dari tugas-tugas jaksa, paling singkat 3 bulan dan paling lama 1 tahun. tinggal sekarang bagaimana agar kasus diatas tersebut tidak sampai terulang kembali yang akan mencoreng nama hukum dan membuat masyarakat semakin tidak percaya terhadap hukum yang ada di Indonesia. Salah satu bentuk sebagai pencegahan agar kasus ini tidak terulang adalah dengan memberikan sebuah pendidikan karakter yang lebih baik dari yang sebelumnya dan mengadakan pelatihan atau semacam seminar bagi jaksa-jaksa muda agar tindakan diatas tidak dilakukan oleh jaksa-jaksa lainnya, serta diharapkan agar Komisi Kejaksaan bertindak lebih tegas dalam menangani Jaksa – Jaksa yang terbukti melakukan pelanggaran kode etik.
B. SARAN
Profesionalisme seorang jaksa sungguh sangat penting dan mendasar, sebab sebagaimana disebutkan di atas, bahwa antara lain di tangannyalah hukum menjadi hidup, dan diharapkan agar jaksa yang memiliki integritas kepribadian serta disiplin tinggi guna melaksanakan tugas penegakan hukum dalam rangka mewujudkan keadilan dan kebenaran.
DAFTAR PUSTAKA
https://seniorkampus.blogspot.com/
SEKIAN...
Admin Web/blog : Andi Akbar Muzfa SH
Posted by : Yuliana Ibrahim